Guru Besar : Banyak Kejanggalan di Artikel Loby Jokowi

Guru Besar : Banyak Kejanggalan di Artikel Loby Jokowi
Spread the love

Jurnalline.com – JKT – Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana berpandangan tudingan tersebut tanpa alasan dan tidak sesuai dengan fakta.

Bila mencermati artikel Michael Buehler terkait yang berjudul `Waiting in the White House Lobby` yang didasarkan pada dokumen Services Agreement antara Pareira International Pte Ltd dan R&R Partners, maka banyak yang tidak tepat informasi yang disampaikan yang digabung dengan ilmu mencocokkan.

Pertama, tidak ada satu kata pun yang menyebut pemerintah Indonesia dalam dokumen itu. Kedua, tidak pula disebut bagaimana hubungan antara Pareira International Pte Ltd dengan Pemerintah Indonesia dalam dokumen itu. Anehnya Michael Buehler bisa menyimpulkan bahwa dokumen ini seolah atas permintaan pemerintah Indonesia.

“Padahal bisa saja Pareira International Pte Ltd disewa oleh pebisnis Indonesia,” kata Hikmahanto, Rabu (11/11/2015).

Ketiga, rujukan terkait ruang lingkup kerja dari lobbyist (yang disebut dalam perjanjian sebagai konsultan) tidak merujuk pada pertemuan Presiden RI dengan Presiden AS. Sehingga, kemungkinan Michael Buehler merangkai artikelnya antara Services Agreement dengan informasi yang didapat dari berbagai pihak dari Indonesia.

Atas dasar ini argumentasi yang hendak disampaikan adalah Presiden Jokowi tidak memegang kendali terhadap pemerintahan. “Padahal apa yang disampaikan oleh Michael banyak spekulasinya dan bertentangan dengan norma diplomasi antar negara,” tukasnya.

Selain itu, paparnya, ada tiga hal yang perlu diluruskan dalam dugaan ini. Pertama, untuk kunjungan antar kepala pemerintahan dan kepala negara tidak dikenal `broker` untuk mempertemukan, semua diatur melalui chanel-chanel diplomatik dan pemerintahan.

Kedua, cerita tentang ketidak-harmonisan antara Menkopolhukam dan Menlu tidak didasarkan pada analisis ilmiah melainkan gosip-gosip politik yang mungkin didapat oleh Michael dari media dan teman-temannya di Indonesia.

Ketiga, adalah prematur bila Michael mengaitkan Pareira seorang WN Singapura yang mempunyai koneksi dengan para pejabat di Indonesia bahwa Pareira disewa oleh Pemerintah Indonesia. Sebab, tegasnya, bila melihat Services Agreement tidak ada rujukan kata Pemerintah Indonesia. Untuk itu pemerintah Indonesia melalui Kedubes Indonesia di Inggris dapat meminta klarifikasi dari Michael.

“Klarifikasi ini bisa diminta melalui Universitas dimana Michael bekerja. Ini perlu dilakukan karena dapat mempengaruhi kredibilitas Universitas tersebut meski Michael mempunyai kebebasan akademik,” pungkasnya.

{Zeet/rai/red}

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.