PROMOSI JABATAN DIDAERAH SARAT PRAKTIK KORUPSI

Spread the love

Jurnalline.com, SERANG (BANTEN) – Kasus OTT (operasi tangkap tangan) Bupati Klaten Sri Hartini terkait dugaan promosi jabatan di Pemkab Klaten membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih memperketat pengawasan adanya penempatan atau promosi jabatan di daerah.

Sebab, pasca terungkap kasus tersebut pada 30 Desember 2016, KPK banyak menerima laporan dari daerah lain bahwa kasus seperti itu tidak hanya terjadi di Klaten, tapi terjadi juga di daerah lain.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku percaya dugaan praktik suap terkait penempatan atau promosi jabatan juga terjadi di daerah lain. Marwata menilai, penempatan atau promosi jabatan sarat terjadinya praktik korupsi.

Sebab, pejabat yang membayar untuk posisi jabatan tertentu, pasti akan berfikir untuk mengembalikan uang yang sudah dikeluarkan.”Rasanya saya kok percaya juga ada di tempat lain. Bisa kita bayangkan seorang kadis (kepala dinas-red) dia bersedia membayar ratusan juta.

Pasti dia akan berpikir bagaimana cara mengembalikan modal yang sudah keluar. Apalagi dia dari pinjaman hutang. Nah, ini kemudian menjadi lingkaran setan dan tidak ada putus-putusnya sampai ke pejabat tataran tamtama,” tegas Marwata saat rapat koordinasi pelaksanaan rencana aksi pemberantasan korupsi di Provinsi Banten tahun 2017, yang digelar Pemprov Banten bekerjasama dengan KPK, LKPP dan pemerintah kabupaten/kota se-Banten, di Pendopo Gubernur Banten, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B).

Marwata menambahkan, dalam modus penempatan jabatan itu, ada juga kewajiban atau seolah-olah ada kewajiban memberi upeti kepada yang menempatkan atau mempromosikan jabatan. “Pemprov sudah mengisi jabatan, kami berharap bahwa pejabat yang sudah dilantik kemaren itu betul-betul merupakan pilihan-pilihan yang didasarkan atas pertimbangan profesional. Tidak ada unsur lain kecuali karena layak dan pantas.

Tidak ada lagi hutang budi yang harus membayar kepada pimpinan atau pejabat yang mempromosikan. Itu langkah awal. Sangat enak bekerja kalau kita tidak ada hutang,” tegasnya. Menurut Marwata, pencegahan yang efektif adalah mencegah melalui penguatan sistem dan penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM). Dalam upaya itu, KPP telah menetapkan 6 provinsi (Sumatera Utara, Riau, Banten, Papua, Papua Barat, dan Aceh) sebagai percontohan atau langkah awal.

“Ini karena KPK sayang dengan Banten. Saya waktu kuliah gratis, dapat kerjaan enggak mengeluarkan satu sen pun. Saya tidak pernah berhutang kepada siapa pun. Jadi, jangan takut ketika melakukan tindakan benar mendapat mutasi. Karena itu memang sering menjadi senjata untuk mengintimidasi agar bapak dan ibu mengikuti perintah pimpinan. KPK perlu bekerja sama dengan bapak dan ibu sekalian, dan dukungan lapisan masyarakat. Pegawai kita ada 1.200 orang.

Makanya kita mengharapkan komitmen kuat. Sebab kami temui ada kelunturan komitmen ketika seseorang melaksanakan. Pakta integritas dan komitmen itu hanya sekedar upacara saja,” tutur Marwata.
Untuk, lanjuta dia, peran inspektorat perlu ditingkatkan. Sebab, Marwata melihat, peran inspektorat belum berfungsi dengan baik dalam melakukan pengawasan dalam berbagai aspek. KPK ingin pejabat kepala inspektorat berdiri independen, dipilih langsung oleh presiden.

“Kalau kita lihat inspektoratnya diangkat dan duduk oleh kepala daerah. Di sisi lain kita lihat proses pilkada kita belum mampu menghasilkan kepala daerah yang berintegritas. Makanya untuk penyeimbang, kita ingin adanya inspektorat yang independen. Syukur-syukur kalo itu dibawah kooordinasi langsung presiden. Kalau langsung presiden, KPK bisa bekerjasama lebih baik, enggak takut lagi ada intervensi, enggak takut lagi ada ancaman dimutasi karena tindakan dan sebagainya,” tegasnya.

Diketahui, rapat koordinasi bertema “Penguatan Kelembahaan Daerah dalam Menopang Agenda Strategis Rencana Aksi Pencegahan Korupsi di Provinsi Banten” ini dibuka Plt Gubernur Nata Irawan. Acara juga dihadiri pimpinan DPRD Banten (ketua dan wakil ketua serta ketua komisi), bupati/walikota se-Banten, serta para kepala SKPD di lingkungan Pemprov Banten.

Plt Gubernur Nata Irawan dalam sambutannya menyebutkan, sampai dengan Desember 2016, progres tindak lanjut dari 74 rencana aksi yang disusun KPK, Pemprov Banten telas selesai menindaklanjuti sebanyak 49 aksi, dan sisanya masih dalam proses yang akan diselesaikan pada tahun 2017 ini.

“Garis besar rencana aksi itu meliputi enam pokok permasalahan yaitu pengelolaan APBD, pengadaan barang dan jasa, optimalisasi pendapatan, pelayanan perijinan, pengembangan SDM dan pembinaan pengawasan,” kata Nata.

Menurutnya, selain rencana aksi yang dituangkan dalam keputusan gubernur, tim Korsupgah (koordinasi dan supervisi pencehagan) KPK dan Pemprov Banten telah merumuskan rencana aksi yang bersifat tematik.

Rencana itu di antaranya membahas permasalahan ketahanan pangan melalui pengelolaan irigasi terkoordinasi antar SKPD dan Kementrian Pekerjaan Umum, tematik Banten cyber sebagai infrastruktur pendukung dalam pelaksanaan e-government, pendidikan, kesehatan, aset, infrastruktur dan tematik data bekerjasama dengan Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik (BPS).

“Kami mempunyai kewajiban untuk melaporkan tindaklanjut rencana aksi ini kepada KPK setiap bulannya sebagai monitoring,” ujar Nata.Seperti diketahui, pada 12 April 2016 telah dilaksanakan rapat koordinasi supervisi, pencegahan dan penindakan koruspi di Provinsi Banten yang dihadiri oleh seluruh jajaran Pemprov Banten, pimpinan DPRD Banten, pemerintah kabupaten dan kota, DPRD kabupaten dan kota serta instansi vertikal di Provinsi Banten.

Pada acara tersebut telah disepakati 10 komitmen bersama yang ditandatangani gubernur Banten, Ketua DPRD Banten dan kabupaten/kota, bupati/walikota, Kapolda Banten, BPKP dan Kejati Banten.
“Komitmen bersama ini dalam rangka mendukung terwujdunya tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN,” ujarnya.

Kepala Inspektorat Banten Kusmayadi saat dikonfirmasi mengatakan, rencana membuat inspektorat jadi independen saat ini sedang dilakukan penataan kelembagaan oleh kementerian dalam negeri (kemendagri) dan BPKP. “Setuju saya (inspektorat jadi independen-red), memang pengawasan ini seyogyanya harus independen. Tapi tentu harus dilakukan dulu penataan kelembagaannya, tidak serta merta terbentuk atau merubah, harus ada dasar hukumnya,” ujar Kusmayadi.

Rencana membuat inspektorat independen adalah inisiatif pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi, dalam rangka membentuk lembaga pengawas di daerah yang betul-betul dapat independen.
“Ini menjadi hak pemerintah untuk memperbaiki pemerintahan kita,” katanya.

(Jon J/ Yyg. K)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.