Reshuffle Ala Jokowi, Ampuhkah?

Spread the love

Jurnalline.com – Dengan reshuffle kabinet dapat diyakini tidak akan membawa perubahan.  Setelah reshuffle, apakah kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi-JK akan segera membaik.
Untuk mengetahui hal tersebut, HUMANIKA mengumpulkan para aktivis dalam Diskusi Publik bertema “RESHUFFLE ALA JOKOWI, AMPUHKAH?” di Sekretariat HUMANIKA, Jakarta Selatan, Selasa (18/8/2015).

Mereka yang menjadi narasumber antara lain: MS KA’BAN (Ketua Dewan Syuro PBB), HENDRI SATRIO (Pengamat Politik Universitas Paramadina), dan RUSLI ABDULLAH (Pengamat Ekonomi INDEF).

MS Kaban mengatakan “Inti persoalannya terletak di presiden dan wakil presiden, bukan di kabinet, karena mereka yang dipilih oleh rakyat. Karena keduanya tidak memiliki kebijakan publik maka wajar hilanglah kepercayaan publik”, jelasnya

Lanjut Kaban “Bukan kesalahan kabinet. Kabinet baru 10 bulan. Diperlukan 1 tahun penuh untuk memahami kelembagaan di kementeriaan”, paparnya

“Rakyat mempunyai ekspektasi berlebihan kepada presiden, tetapi tidak terpenuhi. Misalnya, soal 3 kartu yang dikeluarkan presiden sampai sekarang belum teruji, bahkan kontraproduktif karena realisasinya tidak maksimal di masyarakat”, pungkasnya.

Sementara Hendri Satrio (Pengamat Politik Universitas Paramadina) mengatakan “Kabinet ini adalah bukan sungguh-sungguh kabinet karena dihasilkan dari kompromi politik. Oleh karena itu kabinet tidak akan merepresentasi harapan publik”, ujarnya.

Direktur Kedai Kopi ini juga menekankan bahwa “Meskipun ada Nawacita dan Trisakti tetapi tidak akan mudah dipahami oleh kabinetnya. Ditambahkan kita tidak memiliki panduan pembangunan seperti GBHN pada zaman Soeharto”, tuturnya.

Rusli Abdullah (Pengamat Ekonomi INDEF) melihat dari sudut pandang yang berbeda “Persoalannya bukan karena soal kompetensi kabinet, tetapi lebih karena presiden banyak memberi harapan palsu. Jadi reshuffle tentu tidak akan mempengaruhi pasar. Buktinya nilai rupiah terus melemah menyentuh Rp 13.700 per dollar, bahkan di sebuah bank swasta sudah diperdagangkan di level Rp. 14.000” tegasnya.

Rusli menutup prenyataannya bahwa “Hal ini kalau tidak dikendalikan akan melahirkan inflasi. Inflasi akan melahirkan pengangguran dan kemiskinan dan dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak di masyarakat”, pungkasnya.

(ZEET)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.