Tyasno Sudarto: NKRI Bukan Lagi “Nation State”, Sudah Menjadi “Coorporate State”

Spread the love

Jurnalline.com, JAKARTA – Jend (Purn) Tyasno Sudarto, ketum DHN 45 (Dewan Harian Nasional 45) menyampaikan,”Negara Kesatuan Republik Indonesia dulu dikatakan ‘NationState’, namun sekarang sudah ganti dengan ‘CoorporateState’, dikarenakan Amandemen UUD45,” tukasnya menyikapi berbagai persoalan kebangsaan yang mengancam kedaulatan NKRI terkini saat diskusi “Kedaulatan NKRI Tanggung Jawab Kita Semua” di Gedung Joeang Menteng, Jakarta,  Jumat (20/1).

Focus Grup Discussion (FGD) yang diselenggarakan Dewan Harian 45 dan Center Of Study For Indonesian Leadership (CSIL)ini dihadiri para sesepuh, Kiyai, Habib, Ulama, akademisi, perwakilan mahasiswa, tokoh-tokoh nasional seperti Lily Wahid, Usamah Hisyam, Permadi, Letjend MAR (Purn) Suharto, Mayjend TNI (Purn) Prijanto, Habib Rizieq Shihab, Batara Hutagalung, Hatta Taliwang, ditambah pula beberapa Tokoh Nasional dari lintas agama serta elemen kebangsaan lainnya.

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto menyatakan pula kalau negara bangsa, yang menguasai seluruhnya adalah rakyat.”Namun kalau Corporate state menjadi milik dari ‘Konglomerat’. Maka itu harus rubah dan perubahan itulah yang disebut dengan REVOLUSI,” tukasnya.

Tyasno menambahkan, UUD amandemen 2002  di dalamnya banyak bertentangan dengan Pancasila.UU dasarnya tidak Pancasilais, dirasa turunannya dengan Perda, Peraturan Pemerintah. Hingga kita tidak Pancasilais. Untuk bisa melaksanakan kehidupan ber Pancasila maka itu kita harus kembali kepada UUD45 yang asli.
Menurutnya hal itu dilindungi oleh konstituai di mana pasal 37 UUD’45, boleh disempurnakan asal tidak bertentangan dengan Pancasila.”Presiden akan membuat lembaga penegakkan Pancasila, Tentunya kami setuju, tapi

Pancasila sebagai ideologi, sebagai falsafah bangsa itu bisa dilaksanakan kalau konstitusi atau UU nya Pancasilais,” jelasnya.

“Pancasila itu Rahmat dari Allah, agama Islam itu dari Allah. Jadi jangan dipertentangkan Pancasila dengan Islam. Pancasila itu adalah Rahmat dari Allah, maka itu jangan dipertentangkan Pancasila dengan Islam,” jelasnya, hal ini karena pada dasarnya, sama dimana Pancasila diambil sari sarinya dari Islam itu.

“Pancasila itu anti sekularisme, dan Pancasila itu adalah anti pada perpecahan, karena itu harus ada musyawarah untuk mufakat. Bila ingin menegakkan NKRI jangan menyimpang dari hal tersebut,” tukasnya lagi.

Tambahan juga, dimana sikap ksatria, ulas Tyasno termaktub di mana sapta marga ketiga serta selain itu dalam upaya membela kebenaran, kejujuran dan keadilan. Baginya bahwa sikap inilah yang menjadi sifat utama Pemimpin Indonesia yang Pancasilais.”Hingga tidak boleh keluar dari Taqwa terhadap Allah SWT, jangan menghilangkan nilai nilai kejujuran, hukum harus menegakkan keadilan,” ujarnya.

Dimana hukum itu harus adil, serta tidak membeda bedakan personil, dimana ia juga berharap Pemimpin Indonesia adalah yang berjiwa Pancasila. “Kedaulatan dan kemerdekaan harus dipertahankan. Kita buat gerakan pembelaan nasional. Jangan sampai negeri ini dikuasai oleh asing dan aseng,” kata Tyasno .

Mantan Kepala BAIS itupun mengingatkan kalau prasyarat dari perjuangan itu adalah kemanunggalan, dimana bangsa Indonesia diusahakan untuk dipecah belah.”Tugas Pemerintah adalah mempersatukan, bukan utk memecah belah. Jangan kekuasaan menjadi target utama, hingga yang berbeda pendapat dianggap ‘musuh’,” paparnya lagi.

“Mari siapa yang berbeda pendapat, kita diskusikan dan bahas, kekuatan Pemerintahpun yang selalu manunggal dengan seluruh rakyat Indonesia,” tandasnya.

(IDG)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.