Jurnalline.com – JKT – Keterbatasan waktu bagi negara-negara anggota ASEAN dalam mempersiapkan diri menyambut datangnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) seolah memunculkan kekhawatiran serta ketakutan tersendiri, tak terkecuali Indonesia. Bagaimana tidak? Pasar global akan semakin terbuka bebas, dan tak dapat dielak lagi persaingan bisnis para pengusaha.
Kaukus Muda Indonesia atau KMI bekerjasama dengan Bank Mandiri mengadakan dialog bertema “Kesiapan Indonesia Dalam Menghadapi MEA” yang diselenggarakan di Sekretariat KMI Jalan Matraman, Jakarta, Kamis (26/11/2015). ini menghadirkan narasumber seperti Guru Besar Ekonomi UI Prof.DR. Firmanzah dan Pengamat politik UI Arbi Sanit.
Dalam pemaparannya, Firmanzah mengatakan bahwa MEA sebenarnya adalah perpanjangan tangan dari WTO, “Dan yang harus kita ketahui bahwa MEA bukan hanya free trade namun merupakan economic community. Jadi konteksnya lebih luas, dan yang terjadi akhirnya adalah Indonesia hanya akan menjadi santapan negara ASEAN yang makmur, belum lagi kendali negara-negara mitra ASEAN yang ikut akan ‘memangsa’ Indonesia,” jelasnya.
Prof Firmanzah yang pernah menjadi Staff Khusus Bidang Ekonomi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini mengatakan kebijakan ekonomi perlu diapresiasi demi mendongkrak kepercayaan pelaku pasar, namun masih banyak yang perlu diperbaiki, untuk itu pemerintah perlu adanya pemetaan dari paket kebijakan I hingga VI, agar lebih focus guna menjawab kegelisahan dunia usaha.
Firmanzah mengaku optimis kalau Indonesia siap menghadapi MEA yang akan dimulai pada 2016 nanti. Namun optimisme saja tidak akan cukup jika tak ditopang dengan konsolidasi kepemimpinan.
“Kesiapan Indonesia menuju MEA ini haruslah ditopang oleh konsolidasi pemimpin Negeri ini,” imbuhnya.
Sementara Pengamat Politik Arbi Sanit lebih menekankan bahwa ini merupakan tantangan bagi Bangsa Indonesia dan harus menjawab tantangan tersebut, bahkan Negara perlu mengatur perlindungan dan permodalan pengusaha lokal di Asia.
Lanjut Arbi Sanit “Yang perlu menjadi perhatian pemerintah meliputi masalah politik keamanan, ekonomi, dan sosial budaya. Pun demikian, perbaikan SDM juga menjadi faktor yang seharusnya segera memperoleh penanganan serius, baik yang meliputi regulasi, kelembagaan, serta peningkatan kualitas bukan kuantitas” ungkapnya.
Seloroh Arbi Sanit “Jokowi adalah presiden terlemah sepanjang sejarah Indonesia. Ia lebih lemah dari pada Gus Dur, bahkan lebih lemah dari pada Megawati itu sendiri”, katanya
Beliau menegaskan bahwa era kepemimpinan Jokowi sangat lemah dalam melakukan konsolidasi kekuasaan (deficit of power). Sehingga, hal tersebut berdampak, tidak sekadar politik yang heboh, tapi pelaku bisnis pun menjadi berfikir keras.
Lanjut Arbi Sanit antara politisi dengan mafia hanya beda-beda tipis. Birokrasi masih seperti zaman colonial, tidak bisa melayani hanya bisa memeras. “Polisi dan mafia itu sama saja, lihat Ketua DPR, apa bukan mafia yang begituan,” sindirnya.
“Kegagalan bukanlah dari faktor persaingan karena persaingan yang sesungguhnya adalah menaklukkan diri sendiri, mari masing – masing pribadi berjuang” pungkasnya.
(Zeet/Red)
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media