Jurnalline.com, JAKARTA – Muhammad Nazaruddin mantan bendahara umum Partai Demokrat terungkap pernah membeli ratusan miliar saham Bank Mandiri dan Garuda Indonesia.
“Saya kenal pertama kali pada waktu beliau berniat membeli saham mandiri, pertama lewat telepon yang mengutarakan niat saham Bank Mandiri Rp50 miliar, kemudian saya serahkan ke bagian penjualan kami dan dialokasikan Rp50 miliar itu tahun 2010,” kata mantan Dirut Mandiri Sekuritas Harry Maryanto Supoyo dalam sidang pemeriksaan saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Dalam perkara ini, Nazaruddin didakwa menerima Rp40,37 miliar dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya terkait proyek pemerintah tahun 2010, melakukan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp627,86 miliar pada periode 2010-2014 dan Rp83,6 miliar pada periode 2009-2010.
“Setelah pembicaraan pertama beliau mengajak bertemu. Pertemuan pertama di Ritz charlton PP, bertemu di kamar, dimana waktu itu beliau memesan lagi saham mandiri, Rp600-800 miliar. Saya katakan Rp50 miliar sudah diteruskan ke bagian penjualan, kalau 600-800 miliar saham tidak ada lagi,” ungkap Harry.
Karena gagal mendapatkan saham Mandiri, maka Harry menawarkan saham Garuda Indonesia ke Nazaruddin.
“Karena Mandiri Sekuritas jadi penjamin emisi saham Garuda, saya tawarkan tapi, beliau menolak. Namun setelah pertemuan itu kantor, kami dapat konfirmasi lewat faks akhirnya beliau memesan saham Garuda Rp300 miliar,” ungkap Harry.
Pembelian itu dilakukan melalui 5 perusahaan yaitu PT Permai Raya Wisata 30 juta saham, PT Cakrawaja Abadi sebesar 50 juta lembar, PT Exartech Technologi Utama, PT Pacific Putra Metropolitan sebesar 100 juta lembar.
“Jadi dibeli semua karena sesuai keterangan divisi opersional Mandiri Sekuritas, perusahaan-perusahaan itu telah melakukan pembayaran yaitu saham Garuda Rp300 miliar dan ada fee pemesanan saham, saya lupa,” ungkap Harry.
Namun pasca pembelian tersebut, nilai saham Garuda mengalami penurunan.
“Saham Garuda mengalami penurunan, harga penawaran umum Rp750 per lembar turun sekitar Rp500 per lembar, jadi drop, terdakwa menghubungi saya dan complain penurunan harga saham,” jelas Harry.
Sehingga Nazaruddin pun mengajak Harry bertemu, pertemua terjadi pada 13 Februari 2011.
“Ketemu di restoran di kemang, saya datang dan beliau menghubungi saya, beliau minta ketemu di rumahnya di Pejaten. Beliau complain, dan minta Mandiri Sekuritas mengembalikan Rp300 miliar, tapi sesuai aturan permodalan, pembelian dipesan, dilakukan pembayaran, pembelian sah,” ungkap Harry.
Harry sempat bertemu beberapa kali dengan Harry untuk meminta saham Garuda tersebut.
“Setelah pengembalian saham, saya bertemu 2 kali lagi, satu pertemuan terjadi di restoran di Hilton, saya ajak Irwan (Muhammad Irwan, mantan Legal Officer Mandiri Sekuritas). Sekali lagi saya ketemu di Crown Plaza di Gatot Subroto beliau memaksa untuk mengembalikan saham Rp300 miliar,” jelas Harry.
Namun menolak untuk mengembalikan saham tersebut.
“Utusan beliau beberapa kali datang ke kantor kami. Di suatu pertemuan saya bersama Irwan, yang saya tahu datang Yulianis, dan satu lagi yang pakai jilbab. Kami dilarang dewan komisaris mengembalikan uang. Yulianis menangis, menelepon seseorang, yang bersangkutan namanya Franky, mengancam kalau tidak dikembalikan akan dilapor ke polisi karena menipu,” ungkap Harry.
Mandiri Sekuritas pun mendapat ancaman untuk dilaporkan ke polisi.
“Kami dapet surat resmi, isinya ancaman, kalau tidak dikembalikan maka akan dilaporkan ke polisi. Saya dilarang komisaris Mandiri Sekuritas untuk bertemu Nazaruddin ataupun utusan beliau, dan diwakili Irwan. Setelah pertemuan saya terakhir, ada permintaan dari perusahan-perusahaan itu untuk mengalirkan saham ke sekuritas lain. Pertama kali di sebuah perusahaan sekuritas di Singapura, UOB atau OCBC, tapi tidak terjadi. Proses pengalihan saham dilakukan ke Recapital Sekuritas. Masing-masing perusahaan pt minta pengalihan saham, tetapi tidak semua bisa dialihkan karena perintah pengalihan terakhir tidak bisa dilakukan karena masalah administrasi,” jelas Harry.
Atas perbuatan itu, Nazaruddin didakwa berdasarkan pasal 3 atau pasal 4 UU UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP mengenai tindak pidana pencucian uang aktif dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp10 miliar.
{Zeet/Rai/Red}
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media