Jurnalline com, Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak hanya menemukan dugaan kunjungan kerja (kunker) fiktif anggota DPR yang berpotensi merugikan negara Rp 945 miliar. BPK juga menemukan adanya tiket pesawat fiktif senilai Rp 2,05 miliar.
Hal itu tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2015 BPK atas 666 objek pemeriksaan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan badan lainnya. Di Tabel 1.7. Permasalahan Utama Kerugian Negara pada KL di halaman 53 IHPS itu salah satunya disebutkan bahwa BPK menemukan adanya biaya tiket pesawat fiktif senilai Rp 2,05 miliar.
Biaya transport tidak sesuai data manifest maskapai penerbangan Rp 2,05 miliar,” begitu tertulis dalam IHPS I 2015 BPK yang dikutip detikcom, Kamis (12/5/2016).
Belanja tiket pesawat itu, menurut IHPS BPK, tidak sesuai atau melebihi ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada pejabat yang berwenang antara lain untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada pejabat yang lalai dan tidak cermat dalam menaati dan memahami ketentuan yang berlaku,” tulis BPK dalam rekomendasinya di IHPS tersebut.
BPK juga merekomendasikan bahwa sanksi juga perlu diberikan kepada pejabat yang belum optimal melaksanakan tugas dan tanggung jawab, memerintahkan pejabat yang bertanggung jawab untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian, dan mempertanggungjawabkan kerugian negara dengan menyetor ke kas negara.
Sebelumnya Wakil Ketua Fraksi PDIP di DPR Hendrawan Supratikno mengungkapkan bahwa BPK menemukan dugaan kunker fiktif anggota legislatif. Potensi kerugian negara dari dugaan kunker fiktif itu mencapai Rp 945 miliar lebih. PDIP meminta anggotanya membuat laporan hasil kunker dan kunjungan di masa reses.
BPK melakukan audit terhadap DPR, lalu menemukan sejumlah kekurangan terkait kunjungan kerja anggota dewan,” kata Hendrawan kepada wartawan, Kamis (12/5/2016).Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menegaskan, secara sistem, tak mungkin ada kunker fiktif di DPR.
Seluruh penggunaan alokasi anggaran DPR, disusun oleh BURT. BURT itu ada yang namanya Arah Kebijakan Umum Pengelolaan Anggaran (Akupa). Khusus untuk DPR dan pejabat eksekutif setingkat menteri, formatnya secara lumpsum, bukan at cost. Ini sesuai dengan peraturan menteri keuangan,” papar Taufik, Kamis (12/5/2016). Taufik merupakan Wakil Ketua DPR bidang ekonomi dan keuangan.
(JA/Red)
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media