Jakarta, Jurnalline.com – Kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak serta perempuan tengah menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Indonesia. Pasalnya, dari hari ke hari ada saja kasus baru yang menambah deretan panjang kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual di negeri ini.
Kasus dugaan perkosaan terhadap 58 anak yang dilakukan oleh seorang pengusaha di kota Kediri, justru menambah deretan kebiadaban kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia. Kasus ini sudah masuk kategori kejahatan kemanusiaan, karena ada 58 anak yang hak asasinya sebagai manusia sudah diinjak-injak.
“Korbannya anak-anak yang tidak punya kekuatan apa-apa. Ini sudah perbudakan seksual, tidak hanya diperkosa, anak-anak ini dan keluarganya diancam keselamatan, dibuat takut, psikologisnya ditindas oleh pelaku dengan kekuasaannya. Ini sudah pelanggaran HAM berat, kejahatan kemanusian. Kalau nanti terbukti dan hukuman bagi pelaku biasa-biasa saja, berarti ada yang salah dengan republik ini,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, saat menghadiri konperensi pers merespon kejadian kejahatan seksual yang dilakukan oleh seorang pengusaha aspal, Sonni Sandra alias Koko (60).
Tak tanggung-tanggung, Direktur Utama PT Tripel S Kediri itu memperkosa sekitar 58 anak di bawah umur. Ketua Lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan Brantas, Habib menceritakan kronologi kasus ini terungkap. Pertama kali mendengar ditemukan kasus pencabulan anak dari aktivis di Kediri. Dari data aktivis tersebut, ia melaporkan kasus ini ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
“Sebelum lapor ke KPAI saya kontak dengan Mbak Erlinda. Tidak ada tindak lanjut, kami laporkan. Data kami 17 anak tadi,” kata Habib dalam konferensi pers di Hotel Alia Cikini, Jakarta, Senin (16/5/2016).
Ia melanjutkan, dari 17 anak yang teridentifikasi sebagai korban Koko, hanya 5 orang yang melanjutkan ke ranah hukum. Terdiri dari 2 orang anak kasusnya diproses di Pengadilan Kota Kediri, dan 3 anak diproses di Pengadilan Kabupaten Kediri.
“Data kami 17 anak. Setelah berkembang ada masukan-masukan. Terlacak mereka (korban). Tapi sudah pindah-pindah semua. Pindahnya kurang tahu,” kata Habib.
Berdasarkan data dari LSM Brantas, diketahui salah satu korban, AK (13), saat kejadian masih duduk di kelas 6 SDN Jagalan V Kota Kediri. AK anak dari seorang janda tukang cuci pakaian. AK berteman dengan IG (16), yang saat itu duduk di kelas 2 SMP. IG inilah yang mengajak AK pada Minggu, di Maret 2015, untuk bertemu dengan Koko. IG menjemput AK di Rumah Sakit Gambiran menuju Hotel Bukit Daun sekitar pukul 10.00 WIB.
Dalam perjalanan menuju kamar hotel, AK diminta meminum pil sebanyak 3 kali. Saat bertemu dengan Koko, AK mendapatkan pengakuan Koko masih bujang. Lalu AK dicabuli dan diberi pesan agar mengajak temannya lagi yang masih perawan untuk bertemu dengan Koko. Habib mengatakan sistem pencabulan Koko bisa dianalogikan seperti sistem multi level marketing.
AK dicabuli pelaku kadang sendirian ataupun berdua dan bertiga dengan korban lainnya. AK sempat hilang selama 5 hari. Ibu AK sempat mencarinya, tapi tak juga ditemukan. Sehingga ibu AK sempat melaporkan kehilangan anaknya ke pengurus RT dan RW.
Pada hari kelima, AK ditemukan di Simpang Lima Gumul, Kabupaten Kediri. AK pun ditanyai soal kepergiannya dan akhirnya mengaku dicabuli Koko. Ibu AK pun melaporkan kejadian ini ke bagian perlindungan anak. Selanjutnya dari pengakuan AK terungkap korban-korban lainnya yang juga mengenal Koko dari IG. Saat ini kasus AK masih diproses di Pengadilan Kediri Kota.
Di Kediri, Soni pria keturunan Tionghoa ini dikenal ditakuti karena kemampuan ekonominya yang sangat mapan. Dia juga disebut menguasai proyek ABPD dan bisa melakukan apa saja dengan uang yang dia miliki, bahkan hingga mengintimidasi masyarakat supaya bungkam.
Perbuatan jahat ini dilakukan oleh pelaku berulang-ulang tanpa ada yang mengusik dan bebas hingga pada satu ketika satu korban bernama AK umur 12 tahun selama 4 hari tidak kembali ke rumah dan akhirnya ditemukan di jalan oleh ibunya dalam keadaan seperti hilang akal. Akhirnya korban bersama ibunya melaporkan kejadian yang menimpanya ke polisi dan diproses hingga membuka tabir jahat ini ke tengah publik.
Kasus ini terbongkar berkat Kapolres Kediri Bambang Wijanarko Baim, sehingga bisa diproses hingga ke pengadilan. Dilaporkan, selama proses pemeriksaan, pelaku masih mencoba menyuap para korban dengan uang Rp 50 juta dan sebuah sepeda motor supaya tidak melaporkan perbuatannya atau mencabut laporan. Dalam perjalanan banyak korban yang mencabut laporannya, dan kini tersisa 5 pelapor yang masih bertahan.
Atas pendampingan yang dilakukan oleh Yayasan Kekuatan Cinta Kasih di Kediri, korban yang bertahan dengan laporannya terus menuntut keadilan supaya terdakwa dihukum mati. Korban dan para orang tua korban merasa kecewa atas tuntutan 13 tahun penjara yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum yang dirasa belum memenuhi rasa keadilan korban.
Sementara itu, LSM dan Yayasan Kekuatan Cinta yang mendampingi korban juga ditawarkan uang Rp 10 miliar plus 2 mobil Pajero Sport tetapi ditolak. Sedangkan juru Bicara Masyarakat Peduli Kediri Ferdinand Hutahean mengatakan, pelaku adalah Direktur Utama PT Triple`S Kediri. Koko beraksi mulai 2012. Korban Koko rata-rata berusia 11 hingga 14 tahun, tersebar di Kota dan Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
“Kami menemukan fakta mencengangkan. Di republik ini ada kasus besar yang tidak terungkap di permukaan,” kata Ferdinand di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (16/5/2016).
Menurut Ferdinand, kekerasan seksual ini dilakukan secara sadar, terencana, dan berulang. Koko selalu beraksi di sebuah hotel di Kediri. Ia mengungkapkan, Koko sudah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Kota Kediri. Dia dituntut 13 tahun penjara dan denda Rp. 100 juta. Sementara di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Koko dituntut 14 tahun penjara dan denda Rp. 300 juta.
“Tuntutan jaksa tidak maksimal. Mereka menggunakan Undang-undang lama tentang perlindungan anak. Pasal 81 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2002 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP,” kata Ferdinand.
Seharusnya, kata Ferdinand, Jaksa menggunakan UU Perlindungan terbaru, yaitu UU Nomor 35 Tahun 2014 dengan hukuman minimal 15 tahun dan denda Rp. 5 miliar.
“Saya melihat terdakwa mendapatkan perlakuan khusus dari aparat penegak hukum dan pemerintahan setempat,” ujarnya.
Indikasinya, saksi yang diberikan berdasarkan UU lama. Selain itu, Koko kerap keluar dari tahanan dengan alasan perlu ke rumah sakit. “Terdakwa dengan orang-orangnya, punya kemampuan finansial cukup hebat, disegani dan ditakuti sehingga mendapatkan perlakuan khusus,” katanya.
Pada Kamis (19/5/2016) nanti, Pengadilan Negeri Kota Kediri akan membacakan vonis untuk terdakwa. Beberapa waktu ke depan setelah itu, akan ada vonis dari PN Kabupaten kediri. Ferdinand berharap Koko dihukum seberat-beratnya.
Menanggapi proses peradilan yang nampak menciderai rasa keadilan para korban kejahatan seksual itu, maka Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) menyampaikan petisi yang meminta Presiden Joko Widodosegera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk pemberlakuan hukuman mati ataupun hukuman seumur hidup bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Petisi itu dibacakan di Hotel Alia, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (16/5/2016). Petisi disampaikan usai penyampaikan laporan mengenai adanya puluhan bocah perempuan yang diduga telah dicabuli oleh salah seorang pengusaha di Kediri, Jawa Timur.
Dalam pembacaan petisinya, gabungan LSM itu menyampaikan enam poin yang diharapkan bisa segera dilakukan segera. Pertama, meminta agar Jokowi memberikan perhatian serius dalam skala darurat kekerasan seksual terhadap anak-anak dan segera menerbitkan perppu dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup bagi pelaku pemerkosaan.
Kedua, gabungan LSM meminta Jokowi memberikan perlindungan kepada para korban dan memerintahkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk memberikan bimbingan psikologis kepada para korban demi memulihkan trauma yang diderita para korban.
Ketiga, meminta kepada Mahkamah Agung (MA) agar melakukan terobosan hukum terkait kasus pemerkosaan di Kediri, dengan menghukum terdakwa dengan hukuman mati atau hukuman seumur hidup demi menimbulkan efek jera.
Keempat, meminta semua pihak, Kapolri, dan Kejaksaan Agung agar melakukan pengawasan melekat dan bimbingan kepada petugas di lapangan terkait kasus pemerkosaan tersebut.
Kelima, meminta agar Komisi Perlindungan Anak Indonesia lebih proaktif melakukan perlindungan terhadap anak-anak.
Keenam, meminta Komnas HAM agar turut serta memantau dan memberikan perlindungan atas hak asasi manusia terhadap para korban dan pihak-pihak yang memberikan bantuan pendampingan para korban.
LSM yang tercatat menyatakan dukungan terhadap petisi itu adalah Masyarakat Peduli Kediri, Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak Brantas, Yayasan Kekuatan Cinta Indonesia, Generasi Cinta Anak Negeri, Serikat Pekerja Semarang, Konfederasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, Government Watch, dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara.
Dari petisi ini melahirkan secercah harapan yang bertumpu pada pemerintah dan juga dukungan dari masyarakat agar pelaku kejahatan seksual tersebut mendapatkan hukuman seberat-beratnya, dan juga berharap agar penegak hukum tidak memberlakukan keistimewaan bagi pelaku kejahatan yang konon memiliki banyak harta, sehingga dia dapat membeli hukum sesuka hatinya!
(IDG/Red)
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media