Jurnalline.com, Jakarta – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menghadiri sidang pendahuluan uji materi UU Pilkada tentang kewajiban cuti bagi pentahana di Mahkamah Konstitusi (MK). Anggota majelis hakim MK, I Dewa Gede Palguna, meminta Ahok mengoreksi gugatannya.
Palguna meminta supaya Ahok mempertegas kedudukannya sebagai penggugat UU Pilkada. Dalam gugatannya, Ahok mengaku sebagai seorang WNI tapi Ahok mengaitkan gugatannya dengan jabatannya saat ini yaitu Gubernur DKI Jakarta yang akan maju di Pilgub DKI 2017.
“Permohonan itu ditentukan masuk apa enggak, tergantung Saudara pemohon menjelaskan kerugian konstitusionalnya. Dalam konteks ini pemohon sebagai WNI tapi mengaitkan jabatannya sebagai gubernur. Sebaiknya pemohon harus jelas apa kedudukannya, lalu kemudian dijelaskan hak pemohon ini apa,” ujar Palguna dalam sidang di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (22/8/2016).
Palguna juga meminta Ahok memperbaiki gugatannya tentang kerugian yang dialami Ahok. Palguna menilai kerugian konstitusional Ahok akibat berlakunya pasal 73 ayat 3 UU Pilkada belum jelas.
“Bapak juga tidak menguraikan kerugian konstitusional lebih jauh. Kalau tidak mampu menguraikan secara jelas, bisa-bisa tidak meyakinkan majelis. Jadi artinya kerugian ini tidak terjadi kalau kami tidak yakin,” ucapnya.
Sedangkan ketua panel majelis sidang, hakim konstitusi Anwar Usman, meminta Ahok memperbaiki materi gugatannya. Anwar menilai gugatan Ahok belum jelas antara menggugat soal cuti atau soal penggunaan fasilitas negara.
“Saudara harus jelaskan, karena pemohon menguji pasal 73 ayat 3 di sana ada poin A tentang cuti dan poin B tentang penggunaan fasilitas negara,” tandas Anwar di persidangan Mahkamah Konstitusi, Senin (22/8/2016).
Sementara itu, dihubungi di tempat terpisah, pakar hukum tata negara, Prof Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa gugatan uji materiil undang-undang Pilkada yang diajukan oleh Basuki Tjahaya Purnama, alias Ahok, secara prosedur, sudah tidak layak untuk di lanjutkan persidangannya.
“Jika Hakim Konstitusi bersikap fair play, sudah selayaknya materi uji materiil itu harus ditolak, karena salah prosedur dan salah substansi hukum, Ahok mengajukan gugatan itu bukan sebagai warga atau korban dari adanya undang-undang Pilkada, melainkan sebagai Gubernur, ini yang salah,” ungkap Yusril kepada pers, Senin (22/8/2016).
Dalam mekanisme pengajuan uji materiil sebuah peraturan, sambungnya, adalah warga atau korban dari dikeluarkannya peraturan tersebut, sedangkan Ahok, memangnya dirugikan dengan keberadaan undang-undang tersebut, Pilkada wajib dilaksanakan dengan jujur dan adil serta bebas dari kecurangan. Petahana yang tidak cuti potensial akan salahgunakan jabatan, padahal semua pihak harus berada dalam posisi setara dalam pilkada.
Petahana yang masih aktif dalam jabatan berada dalam posisi yang diuntungkan, Petahana leluasa gunakan posisi dan pengaruhi segala sumberdaya yang dimilikinya.
“Waktu menjadi penantang Pak Foke, Pak Ahok malah mendesak agar petahana cuti agar pilkada jujur dan, maka mengherankan bagi saya, ketika jadi petahana, Pak Ahok malah mau MK batalkan pasal UU Pilkada yang wajibkan petahana untuk cuti, insyaAllah saya akan mampu mematahkan seluruh argumentasi hukum Pak Ahok di MK,” tegas Yusril menutup perbincangannya dengan pers di kantor hukumnya di bilangan Casablanca tower, Jakarta Selatan, Senin (22/8/2016) siang.
(IDG/Red)
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media