Jurnalline.com, Jakarta – Membedah kasus Ahok “Apakah Penistaan Agama?” yang dihelat di hotel Ambarawa di aula Rajawali Jakarta Selatan hari ini (1 Nov 2016), yang dihadiri oleh Kadiv Humas Boy Rafly, Munawarman SH sebagai jubir ormas FPI, Andrea Poelungan SH dari Kompolnas, Erwin Moeslimin SH dari politisi PDIP.
“Siapapun berhak melaporkan melakukan penyidikan dan penyelidikan karena ini adalah bagian anggapan suatu instrumen kebohongan kitab suci,”jelas Munawarman SH. Penyidikan dan penahanan perlu izin dari presiden. Proses hukumnya tetap berjalan. Sistem perundang-undangan saat ini masih kacau balau. Tidak ada satupun pasal yang bisa menunda jika kandidatnya ditetapkan sebagai tersangka mengingat kandidat sudah dianggap tersangka,”tegas jubir FPI.
Secara tekhnis, bukan beban pelapor ketika terjadi suatu perkara. Saksinya ada, barang bukti ada. Sementara kasus Ahok tingkatannya sulit. Pertama dilindungi oleh organisasi (kelompok) tertentu, pelakunya punya jabatan tertentu, pelaku kategori sakit jiwa. Aspek-aspek hukum inilah yang bisa diuraikan. Kalau tidak bisa menggunakan pemberlakuan hukum yang ada saat ini,berarti menggunakan hukum islam yaitu hukum pancung. Berarti negara membiarkan kasus penistaan agama.
Boy Rafly atas nama Polri apresiasi terhadap masyarakat karena melakukan pelaporan “Penistaan Agama” dari 11 wilayah Kepolisian termasuk laporan didaerah,sehingga disatukan di Mabes Polri.
Hukum pidana, Ahli bahasa, Ahli agama sudah diambil keterangan dan dipegang fakta-faktanya. Hasil keterangan dari ahli-ahli ini akan diambil hasilnya dari penjelasan ini. Ternyata menunggu saksi ahli yang masih kurang dan masih ada lima lagi yang akan didengar keterangannya. Dan dari pihak Polri masih perlu pendalaman, gelar perkara untuk mendapat kesimpulan awal. Memutuskan dan menempatkan gelar perkara itu seobjektif mungkin,karena ini adalah penyelesaian secara hukum adalah yang terbaik.
Dr Suparman Marzuki sebagai pakar hukum & mantan ketua KY mengatakan Hindari perkataan yang menimbulkan sosiokontrol yang liar. Tantangan dalam mencapai penegakan hukum. Secara hukum kasus ini sederhana,tetapi secara sosial,politik masih sulit pemecahannya. Sebagai transparansi dan akuntabilitas perlu dikaji lagi lebih dalam.
Agar Polri lebih mandiri dan bertanggung jawab dan Polri sudah “on the track” dan ada pihak lain mengatakan pelaku sudah saatnya jadi tersangka. Polri juga punya kewajiban mengamankan yang ikut unjuk rasa.
Politisi PDIP mengatakan apakah ini layak murni dikatakan sebagai kasus hukum karena menurut pandangan saya lebih sisi pandang etika, layak atau pantaskah?
Mengingat kehangatan diskusi,dalam acara ini tetap penegakan hukum adalah suatu hal yang harus ditegakkan dengan sarana yang ada dengan menjunjung tinggi NKRI, tutup Kompolnas.
(dms)
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media