Jurnalline.com, JAKARTA – Ada elemen masyarakat merasa cemas,mengingat situasi ideologi negara kita yang berkaitan dengan situasi keamanan negara kita berkaitan dengan organisasi masyarakat (ormas).
Pemerintah menerbitkan Perppu 2/2017 tentang Perubahan UU 17/2013 berkaitan dengan Ormas(organisasi masyarakat). Dua sisi dari Perppu ini telah mengundang kontroversi karena mengancam demokrasi dan hak asasi, meskipun Perpu ini adalah jalan konstitusional untuk mengatasi radikalisme dan ancaman terhadap Pancasila.
Apakah ideologi keagamaan menjadikan suatu masalah kedepannnya. Fenomena berpolitik lewat jalur keagamaan atau orang-orang politik yang menjalankan sikap-sikap yang keagamaan.
Perkembangan dunia terkait dengan terorism dan hak warga negara,apakah hak warga negara bisa dilindungi?
Diskusi bersama, Hendardi (Ketua SETARA Institute), Rumadi Ahmad (Lakspesdam PBNU),Sugeng Teguh Santoso (Sekretaris Jenderal Peradi)
Petrus Salestinus (Advokat Pengawal Pancasila), Bonar Naipospos saat ini di helat di Bakoel Kopi, Jumat (14/7).
“Kelompok-kelompok masyarakat yang diintimidasi,diperkusi dari kelompok intoleransi butuh perlindungan dan pendampingan non litigasi mengingat kelompok minor semakin terpinggirkan,” ujar Bonar Naipospos.
Undang-undang ini cenderung mempersulit proses hukum dan butuh langkah kebijakan. Kelompok radikal ini semakin masif. Kelompok ini semakin memasuki sendi-sendi organisasi terkecil. Bagaimana masyarakat NTT semakin cemas dengan masifnya kelompok radikal.
“Langkah ini semakin tepat dan butuh dukungan masyarakat dalam melihat Perpu ini,” ujar Petrus dari Advokat Pengawal Pancasila.
Dalam pasal 3 (tiga) ini, ormas dilarang melakukan permusuhan suku, ras atau agama. Konsep berpikir atau berideologi tetapi tidak berhubungan dengan delik sebenarnya tidak dikenakan pasal dan perbuatan yang berhubungan dengan delik,yang jadi sebuah masalah.
“Perpu ini yang mendefinisikan ancaman keberbahayaan terhadap kelompok minor. Pandangan-pandangan ini dibutuhkan ketegasan,dan tugas kita mengawasi Perpu ini,mengingat kita hidup saat ini bukan dizaman otoriter lagi,” ungkap Hendardi.
Ada situasi gerakan politik performa agama dan butuh pengawasan bersama dalam menyikapi persoalan ini lewat Perpu ini.
(Amos)