Jurnalline.com, Tangerang Selatan – Sekretariat Bersama (Sekber) Provinsi Banten menggelar diskusi catatan akhir tahun kinerja pemerintahan Gubernur Wahidin Halim (WH) di Saung Serpong, Tangerang Selatan, Sabtu (30/12/2017) sore.
Dalam kesempatan itu, berbagai narasumber yang hadir menyoroti beberapa persoalan yang paling mencolok, seperti ketimpangan mengenai jumlah angka kemiskinan dan pengangguran, serta tata kelola birokrasi yang transparan.
Ketua Sekber Banten, Syukri Rahmatullah menuturkan, dalam visi-misinya WH mencantumkan banyak hal yang akan diperbuat dalam masa kepemimpinannya. Namun yang paling mencuat untuk dikaji, adalah soal tekadnya menjadikan Banten bebas korupsi dan menurunkan angka kemiskinan.
“Bahwa persoalan Banten yang paling besar menurut saya hanya cuma dua, yang paling populer diantara permasalahan banyak lainnya, yaitu adalah persoalan korupsi dan kemiskinan,” tuturnya.
Dijelaskannya, Banten merupakan suatu wilayah yang terdiri dari 8 Kabupaten dan Kota. Namun infrastruktur pembangunannya, kontras terlihat antara wilayah Tangerang Raya dengan wilayah lain di Banten yang tak berbatasan langsung dengan ibukota.
“Kalau kita melihat Banten dari Jakarta, kita masuk tol dari Tomamg sana dan sebagainya, kita masih lihat Banten agak indah, kita lihat Lippo, kita lihat perumahan besar-besar dan sebagainya. Tapi semakin ke ujung, ke ujung, kita semakin ironi melihatnya,” imbuhnya.
Masih kata Syukri, meski umur pemerintahan Wahidin Halim-Andika Hazrumy barulah sekira 6 hingga 7 bulan, sehingga belum banyak berproses. Namun setidaknya, seorang kepala daerah harus memiliki catatan yang sangat banyak. Tujuannya, agar tidak terlalu terlena dengan jabatan yang baru saja diraihnya.
“Inilah tujuan panitia mengadakan diskusi catatan akhir tahun, harus banyak catatan-catatan penting buat Banten, biar apa? satu, jangan sampai ketika sudah menang, terlena. Dua, ketika sudah menang berfikir bahwa kita sudah menang, ya sudah apa yang kita cita-citakan biarkan saja, nanti juga lupa, jangan juga begitu,” jelasnya lagi.
Menurut dia, angka kemiskinan dari data per bulan Juli 2017 tercatat, ada hampir 426 ribu pengangguran. Jumlah itu, berbanding terbalik dengan beroperasinya sekira 41 ribu perusahaan yang ada di Banten.
“Luar biasa ya, kok masih besar jumlah kemiskinannya, logika, harusnya tidak ada yang nganggur. Sebenarnya usia 6 bulan masih relatif dini untuk diberi penilaian, akan tetapi jika dipaksa dengan melihat kinerja selama enam bulan tersebut, ya bisa lah diberi rapor biru,” tandasnya.
Pembicara lain dalam diskusi tersebut menyorot soal keseriusan Gubernur WH dalam menata birokrasi yang ada. Karena diketahui, kepemimpinan yang lalu di Provinsi Banten sempat terjerembab kedalam pusara korupsi.
“Dukungan partai politik yang begitu kuat kepada pak Wahidin, mestinya tak ada hambatan apapun bagi dia untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang membersihkan dan menata ulang birokrasi,” kata Adi Prayitno, Pengamat Politik dari UIN Jakarta.
Dalam proses perjalanan memimpin Banten hingga saat ini, sambung Adi, WH mulai menggunakan waktu untuk mengkonsolidasikan birokrasi-birokrasi dibawahnya. Hal itu dilakukan, untuk memastikan jajaran dibawahnya agar berlaku profesional, akuntabel dan transparan.
“Ini nggak mudah menata ulang birokrasi di Banten, karena yang menjadi sebab dan faktor utama korupsi di Banten ini adalah soal birokrasi yang carut-marut, mulai level Office Boy (OB), Satpam, sampai tingkat elit lah kira-kira begitu. Ini menjadi sebab-musabab korupsi di Banten yang cukup lama,” tandasnya.
(Tb)
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media