Jurnalline.com, Kayuagung OKI (Sumsel) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ogan Komering Ilir (OKI) serius menangani masalah gagal tumbuh (stunting) di wilayah ini. Hasilnya dari hasil Riset Kesehatan (Riskes) 2017 prevelensi stunting di Kabupaten OKI, mampu diturunkan dari 38 persen menjadi 28,5 persen.
Plt Bupati OKI, HM Rifa’i SE mengatakan, dirinya mengharapkan kesadaran dan komitmen semua pihak dalam mengatasi gagal tumbuh (stunting) ini, sehingga kedepan akan tumbuh generasi cerdas dan OKI dapat terbebas dari masalah stunting.
“Kita semua harus berkomitmen teguh untuk bisa mengatasi segera masalah stunting ini,” terangnya pada acara Sosialisasi 1.000 Hari Kelahiran di Gedung kesenian Kayuagung, Selasa (24/4).
Dijelaskan Rifa’i, pengentasan stunting di Kabupaten OKI diutamakan ke 10 desa di lima kecamatan yakni Desa Tanjung Merindu, Desa Jambu Ilir Desa Beringin dan Desa Sukarame di Kecamatan Tanjung Lubuk.
Lalu, Desa Benawa, Sugih Waras dan Muara Telang di Kecamatan Tanjung Lubuk. Desa Sukadamai di Kecamatan Pedamaran, Desa Menggeris di Kecamatan Pampangan, dan Desa Tanjung Sari di Kecamatan Lempuing Jaya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten OKI, HM Lubis MKes mengungkapkan, upaya penurunan prevelensi stunting di OKI dilakukan secara terintegrasi dan lintas sektoral.
“Bukan Dinkes saja, semua pemangku kebijakan berkepentingan seperti penyediaan sanitasi layak, air bersih hingga memberi kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya 1000 hari kelahiran,” jelasnya.
Lubis menuturkan, kerjasama serius berbagai pihak di OKI untuk menurunkan stunting ini sudah mulai menunjukkan hasil. “Angkanya jelas jauh menurun. Targetnya 2 persen setiap tahun harus turun,” ungkap Lubis.
Sementara itu Kepala BKKB Kabupaten OKI, Alhadi Nasir mengungkapkan, untuk mengintervensi angka stunting jajarannya telah membentuk sebanyak 225 Bina Keluarga Balita (BKB) serta forum remaja peduli kependudukan.
“Kader-kader kita yang di lapangan ini yang memberi pencerahan kepada masyarakat soal status gizi di masa-masa penting kelahiran. Juga yang penting yaitu menurunkan angka pernikahan dini, agar keluarga itu siap secara fisik dan psikis,” tambahnya.
Konselor Stunting Nasional, Prof Fasli Jalal mengatakan, Indonesia masih menempati peringkat kelima negara stunting pada anak yang disebabkan tiga hal mencakup kurangnya perhatian orang tua terhadap asupan gizi anak, sanitasi buruk, serta yang paling penting adalah masih lambatnya penanganan infeksi pada anak.
“Seribu hari pertama kelahiran merupakan salah satu upaya menghadapi persoalan stunting, yakni kekurangan gizi pada usia dini yang dapat menyebabkan kematian bayi dan anak, kerja otak tidak maksimal, dan menurunkan kemampuan kognitif,” terangnya.
Dikatakan Fasli, untuk penanganannya mulai dengan mengubah pola perilaku pengasuhan anak, gaya hidup sehat serta imunisasi. Masyarakat didorong untuk mempunyai kartu jaminan kesehatan, dan untuk yang sudah mengalami stunting harus segera dirawat.
(Eka DH)
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media