Jurnalline.com, Kayuagung OKI (Sumsel) – Pesona arak-arakan Midang Morge Siwe menyita perhatian masyarakat, hal ini terlihat Puluhan warga masyarakat memadati setiap pinggir jalan sepanjang jalur Sungai untuk menyaksikan arak-arakan midang bebuke morge siwe yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya dan merupakan tradisi secara turun-temurun khas masyarakat Kayuagung dalam rangkaian perayaan hari raya Idul Fitri, terutama pada hari ke 3-4 lebaran.
Kekaguman warga terlebih lagi kegiatan midang selain telah turun temurun dan rutin dilaksanakan oleh masyarakat morge siwe, ternyata juga menjadi agenda tahunan Pemerintah Kabupaten OKI dan daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Seperti halnya pada hari pertama perayaan midang bebuke morge siwe, Minggu (17/06/2018).
Pantauan Jurnalline.com dilapangan, sangat disayangkan meski pihak Satlantas Polres OKI telah mengatur rekayasa Jalan. Namun, keantusiasan warga yang ingin menyaksikan arak-arakan Midang dengan menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat justru menyebabkan sepanjang jalan sempat mengalami kemacetan. dan para peserta midang harus rela melalui jalan pinggir tak beraturan untuk tetap melanjutkan perjalanan.
Puluhan peserta midang yang berasal dari 11 kelurahan dalam Kecamatan Kota Kayuagung, selama dua hari memadati jalan-jalan protokol dan menyeberangi sungai Komering melalui jembatan yang menghubungkan Kelurahan dengan Mangunjaya dan Kutaraya, dan finish di pendopo rumah dinas Bupati OKI.
Jika di hari pertama atau hari ketiga hari raya Idul Fitri perhelatan midang diikuti oleh ratusan masyarakat dari enam (6) kelurahan dalam wilayah Kecamatan Kota Kayuagung, diantaranya Kelurahan Tanjung Rancing, Jua-jua, Sidakersa, Kutaraya, Mangunjaya dan Kayuagung Asli. Maka besok Senin(17/06/2018) pada perayaan hari kedua Midang Morge Siwe diikuti oleh lima (5) kelurahan, yaitu Kelurahan Paku, Kedaton, Perigi, Cintaraja dan Sukadana.
Kata midang dalam istilah masyarakat Kayuagung adalah sebuah kegiatan berjalan kaki dengan menggunakan pakaian adat perkawinan masyarakat setempat. Sedangkan bebuke artinya lebaran.
Pemangku adat Kayuagung, Yusrizal menjelaskan, Awalnya midang ini ada pada abad 16 yang merupakan persyaratan untuk jemput mempelai perempuan oleh mempelai laki-laki. Atau masuk dalam adat istiadat perkawinan. Dan seiring berjalannya waktu, midang ini terus mengalami perkembangan. Mulai tahun 1954 telah dilaksanakan midang bebuke morge siwe.
Dimana para peserta dalam midang bebuke morge siwe melakukan arak-arakan pakaian adat perkawinan ‘mabang handak’ (adat perkawinan Kayuagung -red). Setidaknya ada 14 macam pakaian adat perkawinan, yang ditutup dengan pemusik tanjidor.
Midang morge siwe sendiri awalnya merupakan satu dari rangkaian adat perkawinan mabang handak (burung putih -Red) masyarakat Kayuagung pada masa itu, yang merupakan perkawinan dalam adat yang tertinggi di morge siwe (sembilan marga -red). Dimana jika ada pasangan muda-mudi melangsungkan pernikahan, maka salah satunya adalah dengan digelarnya midang yang pesertanya muda mudi berasal dari masyarakat sekitar, dengan tujuan untuk memperkenalkan pada khalayak ramai. Bahkan tak jarang saat kegiatan midang sedang berlangsung, ada orang tua yang berminat untuk menjodohkan anaknya dengan salah seorang peserta.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Kabupaten OKI H Amiruddin, bahwa saat ini midang masih menjadi salah satu adat budaya yang masih bertahan serta dilestarikan saat ini di wilayah Kabupaten OKI.
“Adat arak-arakan ini sudah sejak lama dilakukan, para pelakunya adalah para muda-mudi dalam kelurahan, dahulu midang dilakukan oleh muda-mudi yang kelurahannya ada hajatan pernikahan, kemudian untuk melestarikanya dikembangkan menjadi agenda tahunan pariwisata setiap tahunnya, tepatnya di setiap lebaran,” ujarnya.
Midang ini sendiri juga menjadi event pariwisata nasional, yang artinya midang bukan hanya milik Kabupaten OKI saja, tetapi sudah menjadi salah satu atraksi pariwisata yang terdaftar di Kementerian Pariwisata dan pernah juga ditampilkan di Istana Negara pada tahun 2007.
Plt Bupati OKI HM Rifai SE mengatakan, bahwa saat ini Pemerintah Daerah Kabupaten OKI sangat konsen mendukung tradisi midang sebagai warisan tradisi budaya leluhur yang sangat mahal nilai karakteristiknya.
“Tradisi ini merupakan aset budaya yang sangat diperhatikan, disamping tradisi lainnya di Kabupaten OKI. Kondisi midang sampai saat ini masih sangat lestari, bahkan berkembang menjadi wisata budaya,” katanya.
Lanjutnya, dirinya mengaku kagum dengan adat istiadat yang terus dilestarikan oleh masyarakat Kayuagung. Apalagi kegiatan tersebut salah satu kegiatan yang sangat positif, khususnya bagi muda-mudi.
“Sangat bagus dan meriah, terlebih lagi ini adalah adat—istiadat yang terus dilestarikan masyarakat, dimana peserta juga tidak hanya orang dewasa tetapi juga muda-mudi bahkan anak-anak. Artinya kegiatan yang sangat positif,” katanya.
Ditempat terpisah, Cuyen warga Sukadana mengatakan, ia sangat antusias untuk menyaksikan tradisi adat budaya yang setiap tahunnya di gelar ini. namun, dirinya kecewa karna barisan Midang yang biasanya terlihat rapi memanjang sekarang justru malah kacau balau akibat kendaraan yang memadati jalan.
“Saya sangat senang jika menyaksikan midang ini, namun, untuk kali ini masyarakat banyak yang ngotot untuk melintas pada saat Midang berlangsung. ya meski Polisi sudah mengatur tapi masyarakat sepertinya tak mau mendengar, ke depan kami harap tak ada lagi kejadian seperti ini,” cetusnya.
(Eka DH)
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media