Jurnalline.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo menerima perwakilan masyarakat perhutanan sosial di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis, 10 Oktober 2019. Dalam pertemuan tersebut, para petani menyampaikan terima kasih atas dilaksanakannya kebijakan perhutanan sosial melalui Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) selama 35 tahun.
Selain menerima ucapan terima kasih, Kepala Negara juga banyak mendengar aspirasi yang disampaikan para petani penerima IPHPS yang hadir dari berbagai daerah. Meski disambut positif, dalam penerapannya di lapangan terkadang masih ditemui sejumlah kendala. Keluhan tersebut antara lain, surat keputusan (SK) yang belum diterima petani ataupun lahan yang belum ada untuk digarap.
“Jadi perhutanan sosial ini ada yang sudah banyak menerima manfaat, tetapi ada juga yang sudah dikasih SK tapi di bawah belum jalan. Benar? Karena belum sambungnya antara Kementerian Kehutanan dan juga mungkin Perhutani tapi yang ada di bawah,” kata Presiden.
Presiden menyadari bahwa persoalan di lapangan itu ada karena program ini menyangkut lahan yang tidak kecil. Berdasarkan data yang ada sampai 1 Oktober 2019, kata Presiden, pemberian pemanfaatan hutan perhutanan sosial di Jawa sudah mencapai 25.000 hektare.
“Program ini harus jalan terus. Karena target kita memang bukan angka yang kecil. Tadi sudah disampaikan 12,7 juta (hektare). Karena ini telah dibuat peta indikatif untuk alokasi perhutanan sosial 12,7 juta hektare. Ini bukan angka yang kecil. Angka yang gede banget,” jelasnya.
Selain itu, Presiden juga menerima banyaknya laporan tentang konflik desa, baik dengan Perhutani maupun dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Menurut data terakhir yang diterima Presiden, ada 528 konflik yang harus diselesaikan.
“Saya minta, maksimal Pak Menteri, Bu Menteri, dan Pak Dirut, sebelum dua tahun konflik itu harus rampung semuanya, sudah. Enggak ada konflik lagi di dalam PTPN, di Perhutani, semuanya diselesaikan,” tegasnya.
Untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di lapangan, Presiden akan berkomunikasi langsung dengan jajarannya yang terkait, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dan Perum Perhutani.
Di samping itu, Kepala Negara juga berpandangan agar pertemuan dengan masyarakat perhutanan sosial bisa dilakukan secara rutin, setiap enam bulan. Menurutnya, pertemuan bisa digunakan untuk evaluasi program dan menyerap aspirasi petani.
“Tadi saya kira sudah secara detail disampaikan Ibu Ketua tadi. Ini akan jadi bahan saya untuk memutuskan kebijakan-kebijakan yang masih belum betul. Saya sadar kok belum semuanya, sudah diberikan SK-nya, tapi belum jalan di lapangan. Di Jawa Timur, di Jawa Tengah ada keluhan,” katanya.
Usai menyampaikan pengantarnya, Presiden kemudian berdialog langsung dengan beberapa petani yang hadir. Suwarji, salah seorang petani kayu putih, menyampaikan apresiasinya atas program IPHPS. Ia juga menyampaikan aspirasi yang diinginkan kelompok taninya.
“Sekarang sudah kerja sama dengan Perum Perhutani, cuma pembagian hasilnya kelihatannya petani kurang _sreg_. Dalam arti, dalam kerja sama 80:20 dari hasil bersih. 80 untuk Perum, 20 untuk petani. Maunya kita petani yang 80, Perum yang 20,” kata petani asal Kabupaten Boyolali itu.
“Nanti saya bicara dengan Perhutani, enggak bisa jawab sekarang,” kata Presiden.
Di pengujung dialog, Presiden kembali menegaskan komitmen pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan-persoalan perhutanan sosial dan reforma agraria.
“Sekali lagi, kita berkomitmen untuk menyelesaikan 12,7 (juta hektare) itu dan reforma agraria kurang lebih 9 juta hektare,” tandasnya.
Penulis : Fram
Editor : Ndre
Sumber :
Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media