Jurnalline.com, Jakarta – Jenazah tokoh pers dan film Indonesia Setiadi Tryman, Senin ( 17/5) siang dikebumikan di pemakaman Sandiego Hills Memorial Park, Karawang, Jawa Barat.
Mantan Pemimpin Redaksi
” Harian Suara Pembaruan” itu meninggal dunia Sabtu (15) malam pukul 19.00 WIB. ” Papa mengembuskan nafas terakhir dalam perjalanan ke RS. Begitu sampai RS, dokter yang periksa bilang Papa suda tiada,” kata Loretta Ratu Paksi ( Lola), putri kedua mendiang, Senin malam.
Menurut Lola, Tryman — begitu panggilan akrab mendiang — sakit sejak November 2020. Ia jatuh jatuh di kamar mandi yang menyebabkannya menjalani dua kali operasi di kepala.
” Praktis sejak operasi pada bulan November itu, Papa hanya terbaring di tempat tidur ” tambah Lola.
Sesak nafas Sabtu sore, Lola yang memandikan Papanya ketika Tryman mendadak sesak nafas. Dia pun segera melarikan ayahnya ke rumah sakit sore itu juga.
Namun, namun tak tertolong. Tryman meninggal dunia dalam usia 84 tahun, meninggalkan seorang istri; tiga putri; 6 cucu ; dan satu cicit.
” Papa itu orang baik, selalu membantu orang lain dengan caranya.
Papa kuat, tegas, family man, melindungi keluarganya dan selalu ingin menyenangkan hati anak-anak dan istrinya. Pokoknya papa orang hebat, dan tetap rendah hati, kami anak-anaknya sangat bangga kepada papa kami. Banyak sekali kenangan indah yg sudah dia berikan kepada kami anak-anaknya,” kenang Lola dalam percakapan Whatsapp.
Saya bersahabat dengan Tryman sekitar 40 tahun. Sosoknya dalam dalam kehidupan nyata, persis seperti Lola ceritakan. Mudah bergaul, dan selalu siap membantu teman-teman.
Almarhum wartawan sangat senior. Tokoh pers film Indonesia. Saya mengenalnya ( tepatnya berguru) masih saat Tryman menjadi redaktur Harian Sinar Harapan, surat kabar sore terpandang dan terbesar di Indonesia. Setelah dibreidel pemerintah dan kemudian terbit lagi dengan nama baru ” Harian Suara Pembaruan” Tryman menjabat Pemimpin Redaksi pertamanya. Tryman tidak berubah. Tetap seperti dulu.
Tidak pilih – pilih teman, meski beda usia hampir dua puluhtahun saya lebih muda, tapi kami bersahabat erat. Paling senang kalau tugas ke LN bersama dia. Itu berarti rombongan akan menikmati kisah-kisah lucu, dan pembawaan mendiang sendiri yang humoristis. Saya beberapa kali bersama dia dalam perjalanan ke luar negeri meliput festival film internasional.
Saya sangat kehilangan atas kepergian Tryman. Sedih kehilangan sahabat dan mentor sekaligus. Seperti saya tulis dalam artikel in memoriam sebelumnya ( baca : ” Selamat Jalan Setiadi Tryman, Tokoh Pers dan Film ” ), saya yakin perasaan kehilangan itu juga dirasakan kalangan pers dan perfilman Indonesia pada umumnya.
Sikapnya egaliter dan berkawan dengan banyak orang dari banyak kalangan, meskipun dalam posisinya sebagai pemimpin redaksi media besar.
Di dunia film Tryman sudah mencapai tingkat ketokohan yang dihormati masyarakat film. Sudah berkali – kali menjadi juri FFI pada saat saya yang baru mulai menjadi wartawan berkenalan dengannya. Namun sejak perkenalan itu praktis kami langsung menjalin persahabatan.
Tryman lah yang menjadi penopang utama di masa saya menjabat Ketua Humas FFI ( Festival Film Indonesia) dan FSI (Festival Sinetron), tiga priode — 15 tahun— di masa Harmoko memjadi Menteri Penerangan. Tryman seangkatan dan teman gaul Harmoko yang kelak menjadi Menteri Penerangan tiga priode di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Tryman juga mengakrabi kehidupan “Seniman Senen ” yang sangat terkenal di Jakarta, tempat berkiprah tokoh -tokoh yang kelak berkibar di dunia kesenian dan perfilman Indonesia. Sebut aktor Soekarno M Noer dan Haji Misbach Jusa Biran, misalnya.
Surat-Surat Nyasar
Karya Setiadi Tryman dalam karir sebagai wartawan antara lain ” Surat -Surat Nyasar”. Kumpulan tanya jawab dalam rubrik di Harian Sinar Harapan itu telah dibukukan dan mengamali cetak ulang berulang -ulang. Di dunia film selain menulis banyak skenario film, seperti disebut di awal tulisan ia aktif menjadi juri Festival Film Indonesia ( FFI).
Atas permintaannya setelah pensiun, Surat-Surat Nyasar itu dilanjutkan pemuatannya di Tabloid Cek& Ricek. Sempat terbit beberapa tahun sampai Tryman sendiri menghentikan karena tidak punya waktu banyak lagi untuk mengisinya secara rutin. Surat-Surat Nyasar di Sinar Harapan maupun di Tabloid C&R menggunakan logo karikatur wajah Setiadi Tryman.
Setiadi Tryman lahir 27 Juli 1936 di Demak, Jawa Tengah. Setamat SMA, ia melanjutkan kursus manajemen, seni drama HBS di Solo (1955), ATNI di Solo (1957) dan Workshop film Directing (KFT). Sebelum terjun ke dunia film menjadi wartawan. Dari Berita Indonesia (1960), Sinar Harapan (1962-1986), kemudian memimpin surat kabar Suara Pembaruan. Anggota Dewan Film Nasional ini juga merupakan wartawan anggota PWI yang terjun pertama kali di dunia film. Ia aktif sejak tahun 1964 sebagai penulis skenario.
Kini Setiadi Tryman, sahabat yang sekaligus mentor itu telah pergi mendahului. Selamat jalan sahabat senior dan mentor kami. Semoga Tuhan memberimu tempat lapang, nyaman, dan indah di sisiNya.
Editor : Fram
Sumber : Catatan Ilham Bintang
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media