Jurnalline.com, Pandeglang (Banten) – Menerima banyak pengaduan atas aksi teror yang dilakukan oleh salah satu oknum wartawan kepada para kepala sekolah di lingkungan dinas Pandeglang, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Pandeglang langsung merespon dan memberikan tanggapan atas keluhan para kepala sekolah, serta akan membawa kasus tersebut ke jalur hukum.
Seperti beritakan sebelumnya, Dindikbud Kabupaten Pandeglang, banyak menerima pengaduan dan keluhan dari para kepala sekolah, baik SD, SMP bahkan SMA yang secara hierarki merupakan kewenangan Pemprov Banten, terkait ulah oknum wartawan yang melakukan pengancaman.
Sekretaris Dindikbud Pandeglang, Sutoto menceritakan, modus yang dilakukan oknum wartawan kepada para kepala sekolah yakni dengan mengancam guru atau kepala sekolah saat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahap III dicairkan pada akhir tahun ini.
Oknum wartawan ini, kata Sutoto, mengancam akan membuat berita bernada miring tentang sekolah tersebut jika tidak menyediakan alokasi anggaran untuk medianya.
“Sekarang kan lagi pencairan BOS untuk tahap III dari November kemarin, nah dia ini yang datang ke sekolah-sekolah buat minta kerja sama iklan. Kalau sekolah enggak ngasih, mereka ngancam bakal bikin berita-berita jelek soal sekolah tersebut,” kata Toto, saat dikonfirmasi via telepon oleh wartawan di Pandeglang, Kamis (16/12).
Dirinya menjelaskan, secara aturan tidak bisa dialokasikan anggaran untuk kerja sama media yang bersumber dari dana BOS. Meski sudah diberi pemahaman itu, oknum wartawan tersebut tetap saja ngotot meminta kerja sama iklan kepada beberapa kepala sekolah.
Toto mengaku, terdapat enam kepala sekolah yang mengadukan ulah oknum wartawan dengan nama serta media yang sama.
“Itu bukan kepala SD sama SMP saja, dari SMA juga ada SMA 2 Pandeglang. Modusnya sama semua, kalau enggak ngasih iklan kerjasama, dia mengancam bakal bikin berita soal pengelolaan dana BOS di sekolah tersebut,” tuturnya.
Tidak hanya memaksa meminta kerja sama media, oknum wartawan tersebut juga kerap mencatut nama Kepala Dinas Pendidikan Pandeglang, Taufik Hidayat yang seolah-olah mendapat persetujuan dari dinas untuk melakukan kerjasama.
“Seringnya kayak gitu, biasanya dia datang ke sekolah terus bilang dia diutus sama kepala dinas segala macam supaya bisa dapat iklan. Saya bahkan pernah ditelepon sama orangnya langsung di hadapan kepsek sama Kormin (Koordinator Administrasi), waktu itu suruh bilang oke oke aja. Atuh saya tolak lah, enggak saya angkat,” terangnya.
Menyikapi persoalan tersebut, pihaknya akan segera melakukan tindakan dengan menyampaikan imbauan kepada para kepala sekolah yang merasa dirugikan untuk segera membuat laporan ke kepolisian.
“Pertama, saya sudah perintahkan kepala sekolah melaporkan dulu kejadian ini ke PGRI sebagai induk organisasi guru di Pandeglang. PGRI sudah saya arahkan supaya mengadukan dulu ke Dewan Pers terkait pemberitaannya. Nah untuk persoalan adanya unsur pengancaman, itu sudah saya perintahkan supaya lapor ke polisi. Jangan takut-takut,” pungkasnya.
Sementara, RA, salah satu oknum wartawan yang diduga menjadi pihak yang diadukan oleh kepala sekolah ke Dindikbud Pandeglang, memastikan, berita yang dimuat di media online berdasarkan hasil investigasi.
Persoalan beritanya tidak memiliki narasumber, RA bersikukuh jika beritanya merupakan fakta hasil penelusuran. Dirinya beralasan sebagai seorang wartawan berhak mengemukakan pendapat mengenai permasalah itu dalam sebuah berita yang ditulisnya.
“Jadi gini aja deh, abang enggak usah repot-repot. Tinggal baca aja beritanya, itulah kronologisnya. Adapun terkait benar atau tidak, media itu berhak mengeluarkan pendapat yah. Jadi apabila itu benar di mata hukum, silakan tindak. Kalau memang aparat penegak hukum ingin tahu benar atau tidak yang saya uraikan, itu yang saya mau. Silakan telusuri ke lokasi, gitu bang,” ungkap RA, saat dihubungi wartawan di Sekretariat Kelompok Kerja Wartawan (Porwan) Pandeglang.
*Media dan Wartawan Harus Memiliki Legalitas*
Terpisah, ketua serikat media Siber Indonesi (SMSI) Kabupaten Pandeglang, Muhaemin menjelaskan, persoalan seperti yang disampaikan oleh Dindikbud merupakan masalah klasik yang hampir tiap tahun selalu berulang.
Dirinya memberikan masukan kepada masyarakat, terutama aparat pemerintah untuk lebih memahami terkait dunia jurnalistik serta media literasi yang komprehensif.
“Ini masalah klasik dan kami sebagai wartawan tentunya cukup terganggu atas ulah oknum. Di sisi lain kami pun tidak bisa melakukan pembinaan ataupun tindakan selama yang melakukan (oknum wartawan, red) itu bukan anggota PWI,” ujar penasihat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Pandeglang.
Mantan Ketua PWI Pandeglang ini mengungkapkan, wartawan maupun perusahan pers dalam melakukan kerja jurnalistiknya harus mematuhi Undang-Undang Nomor: 40 Tahun 1999 tentang Pers serta peraturan yang dikeluarkan Dewan Pers.
111 Kata dia, wartawan yang melakukan peliputan harus mematuhi kode etik jurnalistik serta memiliki kompetensi yang dibuktikan melalui kartu Uji Kompetensi Wartawan (UKW) baik jenjang Muda, Madya, dan Utama yang dikeluarkan oleh Dewan Pers. Kemudian media, baik media cetak, online, radio atau jenis media lainnya harus berbadan hukum, struktur redaksinya jelas serta memiliki kompetensi sesuai dengan jenjang jabatan dan terverifikasi oleh Dewan Pers, baik verifikasi administrasi maupun faktual.
“Terakhir wartawan harus masuk menjadi salah satu organisasi profesi yang menjadi konstituen Dewan Pers, yakni PWI, IJTI, SMSI, AJI, dan PFI. Jadi simpelnya jika datang wartawan, tanyakan saja kartu pers dari perusahaan yang terverifikasi Dewan Pers, kartu UKW serta kartu keanggotaan dari organisasi profesi, jika tidak memiliki itu narasumber berhak untuk menolak,” pungkas wartawan harian Banten Raya ini.
Editor : Ndre
Sumber : Rls
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media