Jurnalline.com, Jakarta – Pada tahun 2014 pendapatan operasional BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp.2.4 Triliun, sedangkan pendapatan operasional pada tahun 2015 sebesar Rp.3.1 triliun.
Maka itu, menurut Uchok Sky Khadafi, selaku Direktur CBA menilai ada kenaikan pendapatan operasional sebesar Rp.703.6 miliar dari tahun 2014 ke tahun 2015. “Tapi beban operasional BPJS Ketenagakerjaan lebih boros bila dibandingkan tahun 2014 dengan 2015,” tukas Uchok.
Berdasarkan data yang diperoleh CBA bahwa pada tahun 2014 beban operasional hanya menghabiskan sebesar Rp.2.5 Triliun, sedangkan pada tahun 2015 sebesar Rp.3 Triliun.
Tapi, pada tahun 2014, dan diperkirakan sampai tahun 2015, ditemukan kejanggalan dalam pengelolaan laporan keuangan.”Ditemukan sejumlah deposito yang tercatat tetapi tidak tercatat dalam laporan keuangan per 31 desember 2014 sebesar Rp.858.5 miliar dan sejumlah deposito yang disimpan dalam bank,” ungkapnya lagi.
Kemudian dapat dirinci sejumlah deposito yang disimpan tersebut seperti :
1). Bank Papua sebesar Rp.61 miliar
2). Bank Permata sebesar Rp.110 miliar
3). Bank Muamalat sebesar Rp.179.7 miliar
4).CIMB Niaga sebesar Rp.45 miliar
6). BTN Ciputat sebesar Rp.54.6 miliar
7). BRI cabang khusus sebesar Rp.9.6 miliar
8). BRI cabang Gatsu sebesar Rp.7.6 miliar
9). Bank Bukopin sebesar Rp.231.2 miliar
10). BPD Bali cabang Renon sebesar Rp. 50 miliar
11). BNI cabang Utama Senayan sebesar Rp.9.1 miliar
12). Bank Sumut cabang Utama Medan sebesar Rp.5 miliar
13). Bank Mandiri Cabang Jamsostek sebesar Rp.111.5 miliar
Dari gambaran diatas, CBA (Center For Budget Analysis) menilai dan merasa sangat menyayangkan atas kelakuan BPJS Ketenagakerjaan atas pengelolaan keuangan yang “menyimpang” ini.
“Karena, yang namanya uang buruh yang mereka dikelola itu harus tercatat dalam pelaporan keuangan sebagai pertanggungjawaban, bukan tidak tercatat, atau disembunyikan dalam bentuk Deposito. Hal ini bisa merugikan para buruh, atau pekerja,” jelasnya.
Bila hal ini terus dilakukan bisa menciptakan “uang gelap” memasukan sejumlah deposito tanpa tercatat pada laporan keuagan. Bisa juga, atau jangan jangan untuk mengambil bunga deposito untuk kepentingan kelompok dan pribadi.
“Tapi, lama kelamaan, sejumlah deposito bisa menjadi milik pribadi atau kelompok bila tidak dimasukan atau tercatat dalam keuangan mereka yang bisa sangat merugikan keuangan negara,” jelasnya.
“Hal ni harus diusut oleh aparat hukum seperti Kejaksaan Agung atau KPK, minimal untuk mencari tahu kejelasan sejumlah deposito sebesar Rp.858.5 miliar, dan mencari tahu siapa pelaku yang bertanggungjawab atas usaha “mencuri” duit jaminan sosial buruh, dan menaruhnya dalam sejumlah bank dalam bentuk Deposito,” pungkasnya.
(dms)
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media