Jurnalline.com, Pengamat terorisme dari Departemen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Al Chaidar Abdurrahman Puteh mengatakan bahwa pemerintah Indonesia telah mengambil langkah yang tepat dengan mengkatagorikan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua sebagai kelompok teroris.
“Iya, sudah tepat,” kata Chaidar, saat tersambung secara virtual dari Belanda. Kamis (29/4/2021).
Bahkan Chaidar mengatakan seharusnya penetapan status teroris kepada KKB itu dilakukan lebih awal atau sangat terlambat, karena pada tahun 2001 sudah ada sepak terjang KKB ini yang sebenarnya sama MIT di Poso, sama-sama sebagai terorisme tamkin yang merupakan terorisme teritorial dan organik. Organik karena berasal dari daerah tersebut, bersifat teritorial karena ingin membebaskan wilayah dengan cara-cara teror, pembunuhan terhadap sipil secara indiscriminate.
“Atau tahun 2017, 2018 atau ketika terjadinya penyerangan terhadap masyarakat sipil di Mapenduma, Nduga, Merauke, dan tempat-tempat lainnya,” katanya.
“Seharusnya pada saat itu sudah ditetapkan sebagai kelompok teroris, karena serangan secara diskriminan dilakukan KKB kepada masyarakat sipil. Itu adalah ciri khas teroris,” lanjutnya.
Menurut Chaidar, pelabelan teroris kepada KKB ini memiliki linguistic power terhadap para pendukungnya seperti LSM, beberapa komunitas internasional dan state actor tertentu. “Mereka ini pasti sangat takut dengan pelabelan ini dan tidak lagi mendukung, kerena ini gerakan yang memalukan untuk didukung dimana kerjanya membunuh rakyat sipil, membuat kekacauan, melakukan kriminal-kriminal, jadi tidak layak didukung,” ucapnya.
Chaidar juga menyampaikan bahwa sebenarnya beberapa negara yang mendukung gerakan ini beberapa tahun lalu telah menyadari KKB bukanlah freedom fighter tetapi gerakan teroris, karena freedom fighter tidak melakukan serangan terhadap kelompok sipil apalagi warga dan rakyatnya sendiri, dan juga tidak menuduh sebagai mata-mata atau yang lainnya.
“Mereka telah menyadari bahwa dukungan itu salah dan tidak boleh dilakukan,” katanya.
Terkait pro kontra atas pelabelan ini, maka Chaidar menyampaikan perlu adanya pelatihan bagi aparat keamanan di Papua secara terus menerus, langkah-langkah yang diambil dalam mengatasi terorisme itu terukur dan tidak melanggar HAM. Termasuk juga para aktivis kemanusiaan yang harus bersifat adil dan mengupgrade diri untuk memahami teori-teori terbaru terutama dari critical studies of terrorism sehingga dapat membedakan unlawful killing, terrorism, dan political valence.
Sementara itu, ditempat terpisah Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) dan Rektor Universitas Jenderal A.Yani, Hikmahanto Juwana dalam rilisnya Jumat (30/4/2021), menyampaikan hal senada bahwa yang telah dilakukan Pemerintah dengan menyatakan UU Terorisme diberlakukan di Papua adalah sudah tepat.
Menurutnya, dunia dan masyarakat internasional sangat bisa memahmi bila pemerintah memberlakukan UU Terorisme atas penggunaan kekerasan oleh pihak-pihak tertentu yang telah melawan pemerintah yang sah di Papua dan telah sampai pada penggunaan kekerasan yang mengarah pada terorisme.
“Masyarakat internasional akan memahami penggunaan kekerasan oleh pemerintah bukanlah justifikasi untuk bertindak secara represif di tanah Papua,” pungkasnya.
Editor : Ndre
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media