Jurnalline.com, Jakarta – Latar Belakang
Indonesia merupakan negara terbesar keempat di dunia dengan jumlah penduduk sangat besar dan kompleks. Besar karena menyangkut jutaan angkatan kerja dan kompleks karena mempengaruhi dan dipengaruhi banyak faktor. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2021 sebanyak 140,15 juta, sementara jumlah pekerja pada Agustus 2021 sebanyak 131,05 juta orang. Jumlah angkatan kerja yang sangat banyak tersebut tidak semua mampu terserap pasar kerja. Tidak seimbangnya pertumbuhan angkatan kerja dengan kesempatan kerja akan menimbulkan pengangguran. Disamping itu terjadinya pengangguran juga disebabkan adanya mismatch antara kemampuan yang dimiliki oleh pekerja dengan yang dibutuhkan oleh pasar kerja.
Dilihat dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), saat ini TPT nasional sebesar 6,49 persen. Berdasarkan jenis kelamin, TPT pria (6,74%) lebih tinggi dibanding TPT perempuan sebesar 6,11 persen. Sementara berdasarkan daerah tempat tinggal, TPT di perkotaan sebesar 8,32 persen, jauh lebih tinggi dibanding TPT di pedesaan sebasar 4,17 persen. Berdasarkan data BPS , perekonomian Indonesia kuartal III 2021 mengalami pertumbuhan sebesar 3,51 dibanding tahun sebelumnya. Kondisi ini disebabkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyatakat (PPKM) darurat selama Juli-Agustus. Pembatasan ini diberlakukan untuk menekan kasus Covid-19 yang melonjak, akibatnya mobilitas masyarakatpun terbatas.
Permasalahan
Permasalahan mendasar ketenagakerjaan semuanya bermuara pada pengangguran. Artinya apapun permasalahan ketenagakerjaan apabila tidak ditangani secara baik dan menyeluruh maka dampaknya jumlah penganggur semakin banyak. Untuk itu diperlukan adanya suatu gerakan atau upaya yang bersifat masif. Pengangguran bukan permasalahan pemerintah semata tetapi merupakan permasalahan nasional sehinga dalam implementasinya harus melibatkan pihak swasta atau masyarakat. Keterlibatan pihak swasta sangat vital karena sebagai pengguna akan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang sangat besar dibandingkan tenaga kerja yang bekerja di sektor pemerintahan.
Analisis Selama 5 tahun terakhir, sektor ketenagakerjan masih merupakan salah satu topik yang seringkali menjadi bahasan utama, terutama menyangkut berbagai permasalahan baik dari sisi kualitas, kuantitas dan persebaran tenaga kerja. Banyak masalah ketenagakerjaan baik sifatnya internal maupun eksternal. Berikut akan disampaikan secara singkat 4 permasalahan mendasar yang sifatnya eksternal sebagai berikut :
1. Bonus demografi akan berakibat kepada penduduk usia produktif semakin meningkat dan penduduk non produktif semakin menurun. Angka ketergantungan semakin menurun sehingga berdampak terhadap kemampuan untuk produksi barang dan jasa untuk mendapatkan pendapatan. Perputaran ekonomi ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya apabila tidak tertangani dengan baik maka dampak negatif adalah penganggur yang tentunya akan menjadi beban negara.
2. Sektor industri belum banyak memberikan kesempatan kerja. Sektor industri yang diharapkan dapat membantu dalam hal pengurangan jumlah penganggur ternyata belum memberikan kontribusi yang siqnifikan. Sektor industri yang tumbuh lebih banyak bersifat padat modal sehingga penyerapan tenaga kerja yang hanya sedikit.
3. Dengan datangnya revolusi industri 4.0, maka perkembangan teknologi yang mengarah pada otomasi dan pertukaran data terkini secara mudah dan cepat tidak dapat dihindari. Peran tenga kerja tak lagi mendominasi, karena kerja mesin robotik mampu bekerja lebih cepat dengan hasil lebih baik dalam kuantitas maupun kualitas. Jenis-jenis pekerjaan yang tergantikan dengan robotik akan berdampak kepada meningkatnya jumlah penganggur.
4. Tingkat Penganggur Terbuka saat ini masih tinggi (6,49%). Berbagai variabel akan sangat mempengaruhi naik turunnya TPT. Walaupun TPT cenderung menurun setiap tahunnya, perlu ada gerakan yang masif sehingga pencapain penurunan TPT akan siqnifikan.
Strategi
Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, sesuai amanah Permenaker Nomor 1 Tahun 2021 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kemnaker Pasal 101 , Direktorat Bina Perluasan Kesempatan Kerja mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program, pelaksanaan, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang perluasan kesempatan kerja. Demikian pula dalam lingkup Provinsi/Kabupaten/Kota, Dinas yang membidangi ketenagakerjaan wajib menyusun melaksanakan program dan kegiatan perluasan kesempatan kerja dalam bentuk Rencana Tenaga Kerja Provinsi/Kabupaten/Kota. Rencana Tenaga Kerja merupakan pedoman atau acuan pembangunan Ketenagakerjaan.
Rencana Tenaga Kerja harus memuat 7 indikator makro ketenagakerjaan yaitu Penduduk Usia Kerja (PUK), Angkatan Kerja (AK), Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Penduduk Yang Bekeria (PYB), Tingkat Kesempatan Kerja (TKK), Penganggur, Tingkat Penganggur Terbuka (TPT).
Berdasarkan 4 (empat) masalah mendasar dan untuk memastikan tujuan pembangunan ketenagakerjaan tercapai, perlu dilakukan strategi sebagai berikut :
1. Bonus Demografi.
Bonus demografi akan berdampak positip dan negatif apabila tidak dapat mengantisipasi dengan baik. Bertambahnya penduduk usia produktif merupakan aset berharga apabila dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Demikian pula sebaliknya, apabila tidak dimanfaatkaan sebaik mungkin justru akan menadi beban negara. Tidak hanya dari sisi ketenagakerjaan dimana jumlah penganggur akan bertambah, namun berdapak pula pada aspek-aspek sosial lainnya.
Oleh karena itu sebagai langkah awal harus dipersiapkan perencanaan tenaga kerja yang baik agar tenaga kerja kita mempunyai kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan memiliki daya saing yang tinggi dan dapat memenangkan peluang kerja di pasar global. Disamping melalui perencanaan tenaga kerja, peningkatan kompetensi tenaga kerja dilakukan di seluruh lembaga pelatihan baik pemerintah maupun swasta.
Lembaga pelatihan tidak hanya dilakukan di BLK di bawah Kemnaker akan tetapi mencakup lembaga pelatihan di 17 K/L lainnya.
2. Dengan semakin berkembangnya sektor industri, diharapkan sektor ini mampu menyumbang atau menyediakan lapangan kerja yang banyak. Namun demikian kondisi menunjukkan sebaliknya. Sektor industri belum mampu menciptakan banyak kesempatan kerja. Para investor yang menanamkan modalnya lebih banyak membawa dan menggunakan teknologi yang bersifat padat modal dibanding bersifat padat karya. Sistem hubungan industrial seringkali menjadi penghambat atau alasan mengapa para investor lebih menyukai menggunakan teknologi yang bersifat padat modal. Untuk itu diperlukan beberapa upaya baik dari sisi memberikan kepastian hukum kepada para investor terkait dengan kondisi iklim ketenagakerjaan dan juga insentif bagi para investor apabila membantu program pemerintah dalam bentuk menyediakan lapangan pekerjan yang banyak misal pengurangan pajak dan lain sebagainya.
3. Revolusi industri 4.0 merupakan perubahan fundamental di bidang industri yang telah memasuki era baru. Gelombang keempat dari perjalanan dan perkembangan revolusi industri, sehingga disebut dengan revolusi industri 4.0. Secara sederhana dipahami sebagai perkembangan teknologi pabrik yang mengarah pada otomasi dan pertukaran data terkini secara mudah dan cepat yang mencakup sistem siber-fisik, internet untuk segala (internet of things). Dengan teknik ini, peran tenaga kerja tak lagi mendominasi, karena kerja mesin-mesin robotik mampu bekerja lebih cepat dengan hasil lebih baik dari sisi kuantitas dan kualitas. Diperkirakan, kedepan banyak jenis pekerjaan yang hilang karena tergantikan dengan sistem robotik. Namun demikian para ahli mengatakan bahwa seiring dengan hilangnya jenis pekerjaan tertentu, akan muncul jenis pekerjaan baru.
4. Sesuai dengan RPJMN 2020-2024, indikator yang akan dicapai adalah TPT sebesar 4-4,6 persen; penciptaan kesempatan kerja 2,7-3 juta/tahun; proporsi tenaga kerja keahlian menengah-tinggi 50 persen; TPAK sebesar 69,65 persen dengan penambahan angkatan kerja 2,6-2,7 juta/tahun. Sementara sesuai dengan visi 2045, maka indikator yang akan dicapai adalah TPT sebesar 3-4 persen; TPAK sebesar 78 persen; tenaga kerja pertanian 13 persen; angkatan kerja keahlian menengah ke atas sebesar 90 persen. Untuk mencapai TPT 4-4,6 persen tahun 2024 sangat tergantung berbagai variabel diantaranya kondisi perekonomian pasca Covid-19 yaitu melalui penciptaan lapangan kerja baru yang bersifat padat karya. Sementara beberapa strategi untuk menurunkan TPT diantaranya melalui: (1) penciptaan kesempatan kerja sektor informal berupa penciptaan wirausaha baru; (2) menyelenggarakan bursa tenaga kerja (job fair) baik secara on line atau off line; (3) melakukan sosialisasi kepada pencari kerja agar dapat memanfaatkan sistem yang ada di Kemnaker yaitu Sisnaker, Karirhub, SiapKerja. (4) memberikan pelatihan kepada pencari kerja baik melalui BLK pemerintah atau swasta. Pelatihan dapat berupa peningkatan ketrampilan yang sudah ada (upskilling), pemberian ketrampilan baru (reskilling); (4) meningkatkan mutu pendidikan dan jiwa kewirausahaan dimulai dari bangku sekolah (soft skill).
Kesimpulan dan Saran
1. Perencanaan ketenagakerjaan merupakan dasar, pondasi sekaligus acuan dan pedoman dalam pelaksanaan pembangunan ketenagakerjaan. Penyusunan perencanaan ketenagakerjaan mencakup 7 indikator makro harus dilakukan seakurat mungkin. Dengan menggunakan metode ilmiah dan variabel pendukung seperti variabel ekonomi, kependudukan (tingkat kelahiran, tingkat kematian, migrasi) serta variabel lainnya akan diperoleh hasil proyeksi terbaik.
2. Bonus demografi harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Dampak positif harus diambil, dampak negatif berupa pengangguran harus diantisipasi sejak awal. Sebagai langkah awal harus dipersiapkan perencanaan tenaga kerja yang baik agar tenaga kerja mempunyai kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan meiliki daya saing yang tinggi dan dapat memenangkan peluang kerja di pasar global.
3. Dengan datangnya revolusi industri 4.0, kedepan banyak jenis pekerjaan yang hilang, namun akan muncul jenis pekerjaan baru. Perlu disusun perencanaan tenaga kerja, tidak hanya memuat perencanaan dari sisi persediaan dan permintaan, akan tetapi yang tidak kalah penting adalah memperkirakan jenis-jenis pekerjaan apa saja yang akan hilang, dan jenis-jenis pekerjaan baru yang akan muncul.
4. Melalui pelaksanaan 9 lompatan Kementerian Ketenagakerjaan, maka untuk mencapai target TPT 4,46 persen pada tahun 2024, diperlukan upaya yang sistematis dan terukur. Diantaranya melalui penciptaam kesempatan kerja sektor informal terutama melalui progam Tenaga Kerja Mandiri dan Padat Karya, peningkatan kompetensi tenaga kerja, keterpaduan antara dunia pendidikan dengan dunia usaha baik dari sisi kurikulum maupun sarana pendukung (link and match). TPAK saat ini masih berkisar 68 persen, tahun 2024 diharapkan mencapai 78 persen dengan penambahan angkatan kerja 2,6-2,7 juta/tahun.
Fram
Sumber : Rasmini, SE, MM
Pengantar Kerja Ahli Muda
Kementerian Ketenagakerjaan
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media