Jurnalline.com, Lampung Selatan – Tim hukum pasangan calon bupati dan wakil bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto – Antoni Imam (Nanang Beriman) dalam Konfrensi Pers yang digelar di Sekretariat BBHAR, menyatakan bahwa pendistribusian bahan pokok berupa minyak goreng kemasan tanpa merk dan syarat tara pangan sesuai peraturan dan perundang-undangan, yakni SNI dan izin edar dari BPPOM kepada masyarakat oleh tim paslon nomor urut 2 dalam kampanye kegiatan lain dengan tajuk Pasar Murah adalah kegiatan penyebaran produk pangan olahan ilegal.
“Produk olahan minyak goreng sawit kemasan dalam aturannya diwajibkan memiliki label yang berisi keterangan produk, pernyataan halal, logo SNI, merk, dan izin edar. Artinya, jika produk pangan olahan itu yakni minyak goreng kemasan tidak memenuhi kewajiban yang telah ditentukan, maka produk pangan olahan tersebut merupakan produk minyak goreng ilegal dan dilarang diedarkan dalam bentuk apapun,” ujar Ketua Tim Hukum paslon nomor urut 1, Hasanudin Yunus SH kepada wartawan dalam Konfrensi Pers yang digelar di sekretariat BBHAR, Senin 7 Oktober 2024.
Untuk itu, Hasanudin menghimbau kepada pihak berwenang yang terkait seperti Kepolisian Republik Indonesia, Satgas Pangan, Kejaksaan dan dinas instansi terkait lainnya untuk dapat segera bertindak sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku, terkait dengan peredaran minyak goreng kemasan ilegal yang tanpa label, merk, penyertaan halal, SNI dan izin edar.
Disampaikan oleh Hasanudin, pernyataan yang diungkapkannya bahwa minyak goreng kemasan yang didistribusikan oleh tim paslon nomor urut 2 secara masif ke masyarakat tersebut merupakan produk pangan ilegal, bukanlah tanpa dasar ataupun hanya sebatas isapan jempol semata.
Lawyer kawakan ini menegaskan, tudingan tersebut berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku mengatur tentang produk pangan olahan, seperti UU RI Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, UU RI Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No 20 tahun 2014 Tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian.
“Kemudian di dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 46 tahun 2019 Tentang Pemberlakuan SNI terhadap Minyak Goreng Sawit Secara Wajib, diatur secara tegas dan gamblang mengenai standarisasi baik bagi produk minyak goreng kemasan maupun untuk tara pangannya,” imbuh Hasanudin.
Selanjutnya, terus Hasanudin, diatur pula didalam regulasi oleh lembaga non kementerian mengenai kewajiban memiliki izin edar terhadap produk pangan olahan yang wajib SNI seperti minyak goreng kemasan. Regulasi tersebut tertuang di dalam Peraturan BPOM RI Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Pangan Olahan.
“Jadi setelah oleh Menteri Perindustrian diatur bahwa minyak goreng sawit sebagai produk pangan olahan yang diberlakukan SNI secara wajib, oleh BPOM produk pangan wajib SNI tersebut diwajibkan untuk memiliki izin edar dalam rangka pengawasan untuk memastikan standar keamanan, mutu, dan khasiat produk tersebut,” ucap Hasanudin.
Diungkapkan oleh Hasanudin, disamping Menperin dan BPOM, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan baru-baru ini tak mau ketinggalan ikut cawe-cawe mengatur masalah minyak goreng kemasan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat.
“Namun sayangnya yang terjadi adalah ironi, bahwa penerbitan regulasi oleh Menteri Perdagangan, Zulhas tersebut ternyata berbanding terbalik dengan perilaku anak menantunya bersama tim sukses dengan menyalurkan minyak goreng ilegal kepada masyarakat. Bahwa Zulhas sebagai pemilik regulasi, namun tidak dapat memberikan contoh teladan kepada diri sendiri, keluarga bahkan kepada seluruh masyarakat Indonesia,” tutur Hasanudin.
Didalam Permendag 18 itu, lanjut Hasanuddin, pada Pasal 2 menyebutkan, ‘Minyak Goreng yang diperdagangkan kepada Konsumen diutamakan dengan menggunakan Kemasan’. Kemudian Pasal 3, ‘Produsen Minyak Goreng dan Pengemas bertanggung jawab terhadap keamanan, mutu, dan kandungan zat gizi Minyak Goreng yang diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’
Lalu, masih kata Hasanudin, dalam Pasal 4 menyebutkan, ‘Kemasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi ketentuan: a. tidak mudah rusak; b. persyaratan tara pangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan c. ukuran paling besar 25 kg (dua puluh lima kilogram)atau 27,5 L (dua puluh tujuh koma lima liter) dalam berbagai bentuk.
“Artinya, Permendag Nomor 18 Tahun 2024 ini juga berorientasi pada konsentrasi standar produk minyak goreng kemasan. Dimana diatur di dalamnya tentang ketentuan bentuk kemasan minyak goreng yang tidak mudah rusak. Ketentuan ini juga berlanjut pada minimalnya kemasan yang ada mampu memenuhi syarat tara pangan yang sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan, yaitu ber-SNI dan izin edar dari BPOM, serta aturan maksimal 25 kilogram/kemasan,” tukas Hasanudin seraya mengatakan akan menjadi sia-sia saja, walaupun sebaik-baiknya peraturan namun tidak dilaksanakan dan diberi contoh teladan.
Dengan begitu, Hasanudin menilai penyelenggara pemilu, baik itu KPU maupun Bawaslu tidak cermat menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagai penyelenggara pemilu. Dimana sesuai dengan pasal 18 dan 40 PKPU nomor 13 tahun 2024 tentang kampanye, bahwa kampanye dapat dilakukan dengan metode Kegiatan Lain yang tidak melanggar Aturan Kampanye dan Ketentuan Peraturan dan Perundang-undangan.
“Namun demikian, mendistribusikan minyak goreng kemasan tanpa merk label SNI dan izin edar yang notabene adalah produk pangan olahan ilegal, merupakan kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan, sebagaimana yang diamanahkan didalam PKPU nomor 13 tahun 2024 sebagai syarat untuk melaksanakan kampanye kegiatan lain,” jelas Hasanudin seraya mengaku jika tim hukum paslon nomor urut 1 saat ini sedang mengkaji tentang kemungkinan untuk melaporkan KPU dan Bawaslu Lampung Selatan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (Pemilu) terkait masalah minyak goreng ini.
(*)
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media