Jurnalline.com, Kayuagung – Sebanyak 54 perusahaan perkebunan yang beroperasi di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), hanya 50 persen perusahaan yang aktif melakukan aktifitas perkebunannya.
Sedangkan, lainnya tidak aktif atau belum bisa beroperasi lantaran baru mendapatkan hak guna usaha (HGU) dan sebagian lagi masih melakukan proses ganti rugi lahan.
Selain masih banyak perusahaan yang belum aktif, menurut Kepala Dinas Perkebunan OKI Ir H Asmar Wijaya MSi, Rabu (12/8/2015) menyebutkan, ada perusahaan perkebunan yang ada di OKI juga masih banyak yang nakal karena belum melaksanakan kewajibannya dalam hal membangunkan plasma kepada masyarakat di sekitar lokasi perusahaan.
“Peran dari Dinas Perkebunan terhadap perusahaan-perusahaan di OKI yakni sebagai pengawas, jadi kami memberikan himbaun dan teguran kepada perusahaan yang belum melaksanakan kewajibannya tersebut,” kata Asmar berharap jangan sampai sudah terjadi konflik baru mau berikan plasma kepada masyarakat.
Menurut Asmar yang tak mau menyebutkan perusahaan yang nakal, berdasarkan aturan perusahaan yang sudah beroperasi selama tiga tahun wajib memberikan plasma minimal 20 persen.
“Itu kewajiban perusahaan yang harus dipenuhi dan plasma itu merupakan hak masyarakat. Namun masyarakat yang akan menerima plasma ini harus benar-benar mereka yang memiliki lahan, jangan sampai tidak tepat sasaran,” tukasnya.
Di samping itu, kata dia, masih ada beberapa perusahaan yang belum memahami Undang-Undang Perkebunan No 39 tahun 2014, dimana dalam UU tersebut disebutkan bahwa perusahaan wajib mengelola lahan seluas 30 persen dari HGU pada 3 tahun pertama beroperasi.
“Dan juga pada tahun ke-6, semua lahan yang termasuk dalam HGU harus sudah dikelola semua, jika tidak maka lahan tersebut harus dikembalikan kepada negara,” kata kadin perkebunan yang tak mau menyebutkan perusahaan, paling tidak orang-orang diperusahaan orang pintar dan berwawasan tinggi.
Asmar juga menyayangkan masih banyaknya permasalahan yang terjadi antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat, baik masalah plasma maupun ganti rugi lahan. “Sebagian besar masalah ini timbul akibat ulah-ulah oknum masyarakat itu sendiri. Seperti contoh, oknum masyarakat ini mengklaim lahan milik warga lain saat proses ganti rugi, namun pada kenyataannya pemilik lahan yang sah tidak pernah menerima ganti rugi tersebut, sehingga saat akan dikelola, pemilik lahan melarang perusahaan untuk beroperasi,” pungkasnya.
Jika permasalahan seperti itu terjadi, maka selanjutnya akan menjadi tanggungjawab Tim Terpadu Pemkab OKI untuk memfasilitasi penyelesaiannya.
“Namun disini Tim Terpadu hanya sebagai mediator, jika tidak ada kata sepakat antara pihak yang bersengketa juga Tim Terpadu tidak bisa mengambil keputusan. Untuk itu, kami harapkan kepada perusahaan agar menjalani semua prosedur sebelum melakukan operasional, termasuk menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada masyarakat,” tandasnya.
(Novi)
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media