Jurnalline.com, Sulawesi Utara – Sidang kasus tanah yang menjerat CEO Lamborghini Indonesia Johnson Yaptonaga, dipimpin Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Manado Noval Taher diruang sidang rabu, (15/8) Menghadirkan keterangan saksi korban kasus dugaan penipuan tanah seluas 13.000m2 menjerat tiga warga Molas – Bunaken , NS alias Nem (52tahun) , MK alias Jeger (49tahun), dan DJ alias Djodi (47tahun).
Dalam penuturannya, jika saksi korban pernah satu kali datang ke lokasi tanah yang akan dibelinya bersama Pak Maxi (terdakwa Jegger) bersama Mbak Ruthy, satu orang saya tidak kenal menjawab pertanyaan para Penasihat Hukum (PH) terdakwa Adv. Novry Rantung, Adv. Zemmy MA Leihitu dan Adv. Aswin Kasim, sambil mengungkapkan pada saat itu ada juga diantaranya mencuit salah satu inisial nama yakni istri kapolda.
“Saat itupun jual beli terjadi antara terdakwa satu dan saksi korban dan diterangkannya bahwa pembelian dengan tiga kali transaksi. Pertama uang muka DP Rp100 juta, kedua Rp150 juta dan sisa sebesar Rp1.60 Miliar, bertempat di rumah dinas Kapolda. Sehingga total uang yang dikeluarkan untuk pembelian tanah sebesar Rp1.950 Miliar,diakui saksi korban tanpa menawar harga tanah.”
Kasus yang mencatut nama istri kapolda sulut ikut terdengar dalam sidang, ternyata sebagaimana keterangan saksi korban, jika ia mempercayakan uang sebesar Rp1.950 kepada Kapolda Sulut untuk pembayaran tanah yang dimaksud Untuk pembayaran tanah, dan uangnya saya titipkan kepada Kapolda.
“Karena saya tahu dan hanya kenal dengan -Nya. Sudah sejak awal ke Manado saya sudah bawa uang dan titip pada Kapolda, ia yang saya kenal di Manado untuk pengurusan keabsahan surat surat yang dipercayakan pada notaris, untuk pembuatan akta jual beli dengan terdakwa satu tidak bersamaan dihadapan notaris, dengan demikiam saksi korban menandatangani surat tersebut di Jakarta dan Tidak bersamaan, karena saya tandatangan di Jakarta.”
Dalam pertanyaan PH terdakwa , ketika ditunjukan dokumen akta jual beli tanah, yang ada bubuhan tandatangan saksi , hanya senilai Rp300 Juta, Sementara dalam persidangan, dakwaan muncul angka Rp1.950 Miliar yang kemudian ditanyakan kebenaran-nya.
“Saya nggak tahu, saya bayar senilai 1.950 miliar , tidak tahu deal Rp300. Itu antara notaris yang buat. Bapak tanyakan saja pada notaris,” ucap saksi korban.
Dicecar pertanyaan PH terdakwa, saksi korban kemudian tiba tiba meminta ijin sudah akan kembali ke Bandung karena ada urusan penting. Dan harus segera ke airport mengingat takut ketinggalan penerbangan pesawat sehingga Hal itu membuat PH terdakwa merasa keberatan dikarenakan masih belum selesai persidangan, karena dianggap membatasi pertanyaan PH.
Selanjutnya Majelis hakim kemudian menengahi, menanyakan kesediaan kehadiran saksi korban kembali untuk hadir dalam persidangan. Dan saksi korban pun mengiyakan bersedia datang lagi dalam persidangan.
Diketahui dalam dakwaan kasus tanah ini, terjadi Februari 2018. Saat itu, korban ingin membeli tanah di pinggiran pantai, di Kelurahan Molas, Kecamatan Bunaken Terdakwa 2 menghubungi Terdakwa 3 yang adalah penjaga tanah tersebut. Terdakwa 2 dan 3, lantas menghubungi Terdakwa 1 dan mengaku sebagai pemilik tanah.
Dengan kesepakatan, akhirnya Tanah seluas 13.000m2 dengan harga Rp150.000 per m2. Dan uang saksi korban sejumlah Rp1,950 miliar untuk jual beli tanah tersebut diberikan dalam tiga tahap kepada terdakwa 1, dengan setiap bukti penerimaan uang ada kwitansi dan tandatangan terdakwa.
Selanjutnya diketahui pada saat saksi korban hendak mengurus penerbitan sertifikat, diperoleh informasi tanah tersebut suda ada pemiliknya. Sesuai sertifikat akta milik nomor 236 tahun 1984 atas nama Johan Kansil, dengan pemilik terakhir Rudy P Silalahi sesuai Akta Jual beli (AJB) nomor 197/ASR/1984 tanggal 17 oktober 1984. Saksi korban kemudian merasa dirugikan, lantas memproses lewat hukum dan oleh sebab itu JPU menjerat para terdakwa sebagaimana diancam pidana dalam pasal 378 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
(Tim/effendyiskandar)
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media