Jurnalline.com, Jakarta –
Polri mengedepankan tindakan preventif dan profesional serta menggandeng semua elemen masyarakat termasuk TNI dalam mengamankan Pemilu 2019.
Polri tidak mempersoalkan adanya perbedaan pilihan politik masyarakat asalkan, perbedaan itu tidak disertai dengan adu fisik.
“Polri akan hadir di tengah masyarakat untuk menyampaikan, mari kita berpesta demokrasi, bersaing dengan santun dan sehat. Pemilu dikatakan berhasil jika semua elemen bersinergi mulai dari pusat hingga daerah,” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal dalam Round Table Discussion Pemilu Cerdas Tanpa Baper: Berbeda Pilihan Itu Biasa di Jakarta Pusat, kemarin.
Irjen Pol Iqbal mengatakan 450.000 anggota kepolisian di siapkan untuk melakukan upaya proaktif kepolisian. Bahkan, kata Irjen Pol Iqbal, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian meminta seluruh kapolda untuk aktif turun ke lapangan meyakinkan dinamika masyarakat agar tidak terjadi hal-hal yang mengancam jalannya pemilu.
Tidak hanya itu, pihaknya juga masuk ke kelompok-kelompok milenial, termasuk masuk ke kampus dan sekolah untuk melakukan upaya preventif dalam pengamanan pemilu. “Kami sampaikan bahwa NKRI adalah yang utama,” tutur Irjen Pol Iqbal.
Di sisi lain, pihaknya tegas melakukan tindakan hukum yang tegas sebagai upaya pembinaan. Termasuk penindakan terhadap penyebaran berita-berita bohong seperti kasus hoaks Ratna Sarumpaet atau yang terbaru isu tujuh kontainer surat suara yang sudah tercoblos. “Kita bertindak cepat walaupun kita dituduh macam-macam, tidak apa-apa. Itu risiko polisi,” papar Irjen Pol Iqbal.
Menurut Irjen Pol Iqbal, berdasarkan hasil evaluasi, gangguan yang selalu terjadi saat Pemilu dan Pilpres 2019 yakni money politic, black campaign, dan hoaks. Berbagai upaya terus dilakukan untuk meminimalisasi semua itu.
“Misalnya sosialisasi literasi bermedia sosial, antara lain goes to campus, focus group discussion (FGD), kampanye antihoaks, lomba dan event, silaturahmi kamtibmas dan Satgas Nusantara,” ungkap Irjen Pol Iqbal.
Irjen Pol Iqbal mengatakan, Polri memiliki beberapa satuan tugas (satgas) untuk mencegah terjadi kecurangan dan mendinginkan suasana pemilu dan pilpres tenteram dan damai, di antaranya Satgas Money Politics.
Satgas ini bertujuan memberikan efek deterrent terhadap pihak-pihak yang ingin membuat curang dalam pesta demokrasi. Dalam undang-undang disebutkan bahwa pihak mana pun yang menjalankan praktik politik uang bisa dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 187 A hingga D UU No 10/2016.
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa orang yang terlibat politik uang sebagai pemberi bisa dipenjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan. Polri membentuk Satgas Nusantara yang bertugas mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan saat pilpres berlangsung. Satgas ini bertugas menangkal hoaks hingga kampanye suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
“Satgas tersebut bekerja sama dengan para tokoh agama dan masyarakat. Tujuannya, untuk meredam tensi panas saat pilpres. Kami perlu juga tokoh-tokoh masyarakat yang memberikan pernyataan-pernyataan yang menyejukkan bukan memprovokasi,” tandas Kadiv Humas.
Lebih jauh, Irjen Pol Iqbal mengimbau masyarakat agar hati-hati dengan berita bohong atau kampanye hitam serta tidak menciptakan kegaduhan yang dapat memecah belah NKRI. Pihaknya mengajak semua elemen masyarakat untuk bersama sama melawan politik uang dan SARA, mewujudkan pemilu aman, damai dan sejuk. “Pilihan boleh beda tapi kita tetap bersatu dan jangan golput karena golput bukan solusi,” ungkap Irjen Pol Iqbal .
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sebelumnya mengungkapkan, pihaknya dan TNI menguatkan koordinasi bersama guna memaksimalkan pengamanan Pemilu 2019. Sebab, kedua lembaga ini ingin pemilu berjalan dengan tertib dan damai. “Kita berharap bisa maksimal untuk pengamanan sehingga pesta demokrasi ini menjadi pesta bagi rakyat untuk memilih wakil-wakilnya,” kata Jenderal Polisi Tito.
Kapolri menegaskan, Polri dan TNI tak bergerak sendiri dalam mengamankan Pemilu. Selain menyusun strategi dan operasi terpusat, Polri dan TNI akan melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk memaksimalkan pengamanan.
“Kita juga ajak tokoh masyarakat, ormas, semua pihak yang peduli pemilu aman dan damai,” ungkap Kapolri . Kapolri mengakui bahwa polarisasi masyarakat akibat Pemilu 2019 tak terhindarkan. Kendati demikian, Kapolri tak ingin pesta demokrasi menimbulkan gesekan konflik di kalangan masyarakat.
“Ibarat mesin mobil dia harus panas, tapi tidak boleh terjadi overheat, terlalu panas,” ujar Jenderal Polisi Tito. Kapolri melihat peranan elemen masyarakat seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, dan ormas berperan strategis untuk mencegah konflik secara langsung. Selain itu, kata Kapolri, di perlukan pembangunan narasi-narasi positif oleh elemen masyarakat agar Pemilu 2019 berjalan damai.
“Kita dorong mengeluarkan narasi dan statement pemilu damai. Itu kita sampaikan di semua wilayah,” tandas Kapolri. Lebih jauh, Jenderal Polisi Tito mengingatkan netralitas seluruh anggota Polri dan tak boleh terlibat dalam konflik kepentingan dengan peserta Pemilu 2019.Jika ada anggota kepolisian yang terlibat dalam konflik kepentingan maka akan dikenai sanksi tegas. “Sudah kami sampaikan, kami buat maklumat, ada sanksi, tidak boleh berfoto dengan paslon, dan ikut tim kampanye, dan lainnya, sanksi bisa mulai dari teguran, demosi, hingga dipecat,” papar Kapolri.
Polri juga sudah membuka hotline nomor telepon yang bisa digunakan masyarakat untuk melaporkan bila menemukan ada oknum anggota Polri yang tidak netral. “Polri juga meneri -ma dan menindaklanjuti laporan masyarakat yang masuk ke alamat email khusus yang sudah di sediakan, yaitu divpropam99 @gmail.com,” tutup Kapolri.
(Yati)
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media