Jurnalline.com, JAKARTA – Luhut Binsar Pandjaitan (Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan) menolak pernyataan revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat melanggar hak asasi manusia (HAM) seseorang.
Bagian yang dianggap melanggar HAM adalah bagian mengenai kewenangan penegak hukum menempatkan seorang yang diduga pelaku terorisme dalam suatu tempat selama enam bulan lamanya.
“Kalau soal berlebihan atau tidak, yang lebih tahu kamilah. Dari luar kan kritik doang. Kalau dia mengalami sendiri, baru ‘nyaho’ juga,” ucap Luhut ketika berbicara dengan awak media nasional dan luar negeri di kantornya, Jumat (11/3/2016).
Luhut menyatakan, waktu penahanan yang tercantum dalam revisi UU Terorisme sesuai dengan kebutuhan penegak hukum.
Dalam rentang waktu tersebut, penegak hukum dapat menggali lebih dalam tindak pidana yang dia lakukan sekaligus menggali informasi jaringan lainnya.
Enam bulan penahanan tersebut masih belum seberapa dibandingkan dengan internal security act Singapura atau Malaysia, pernyataan Luhut
“Saya bisa yakinkan Anda, ini lebih moderat ya dibandingkan internal security act milik Singapura atau Malaysia,” papar Luhut.
Mantan Kepala Staf Presiden ini memastikan tak akan ada pelanggaran HAM dalam rentang waktu enam bulan itu. Namanya manusia, menurut Luhut, memang sangat mungkin berbuat kesalahan.
Sebab itu, pengawasan internal penegak hukum akan dikencangkan demi terciptanya keadilan.
“Kalau salah pasti kami minta maaf dengan cara yang baik. Enggak adil juga, sudah kami rusak nama dia dan tidak memberikan klarifikasi bahwa dia tidak bersalah. Namun, ketahuilahh, kami tidak ada niat mencederai bangsa ini,” kata Luhut.
Luhut juga meminta DPR RI, khususnya Komisi I, untuk mengawasi jalannya proses hukum terduga terorisme agar tetap berjalan sesuai aturan.
(J.A/Red)
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media