Jurnalline.com, Jakarta – Di tengah sikap protes para Ketua RT/ketua RW se- DKI Jakarta terhadap kebijakan Pemprov DKi Jakarta mengenai penerapan laporan dengan menggunakan aplikasi qlue setiap saat di kawasan tempat tinggal RT/RW, mendapatkan respon dari Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang kemudian menegaskan, bahwa sesungguhnya ketua RT/RW sudah mendapatkan uang insentif senilai Rp 700-Rp 800 ribu per bulan. Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berhak meminta pertanggungjawaban RT/RW, salah satunya dari laporan mereka ke aplikasi Qlue.
“Kami sudah kasih tiap bulan, Rp 700 apa Rp 800 ribu gitu. Nah wajar kan. Makanya kita bilang insentif ini minta tanggungjawabnya,” ujar Basuki, Kamis (26/5).
Ia juga menduga, pihak yang menolak lapor di Qlue adalah oknum RT/RW yang biasa menjual lapak kepada pedagang kaki lima (PKL). Padahal, pengurus RT/RW tersebut dibentuk dan diberi insentif untuk melayani warga di lingkungannya.
“Saya belum cek nih RT/RW yang ngoceh. itu banyak enggak, penjualan PKL, kios dan lapak yang dia pungut. Saya temukan ada oknum RW lho yang bikinin lapak Rp 1,5 juta satu kios,” katanya.
Basuki mengungkapkan, nilai poin Rp 10 ribu per laporan bisa menjadi pengganti, pulsa yang digunakan RT/RW untuk melaporkan segala sesuatu RT/RW kepada lurah, Pasalnya tugas mereka adalah membantu lurah untuk memantau keadaan wilayah, jadi harus di maksimalkan kinerjanya.
”Sudah dibayar juga operasional dari APBD. Jadi harus memiliki empati untuk memperhatikan warga,” ujarnya, Kamis (26/5).
Menurutnya pemantauan di wilayah jika tidak ada bantuan dari para RW akan sulit dilakukan. Seharusnya dengan adanya sistem lapor qlue para RW akan dimudahkan melihat kinerja lurah dan SKPD lainnya.
”Yang paling tahu soal wilayah pasti RW, mereka bisa catat apakah lurah atau SKPD lainnya malas menindaklanjuti laporannya. Mereka juga ikut pengawasan kerja,” katanya.
Namun menurutnya, bagi RW yang kedapatan menjual beli lapak bisa langsung dilakukan pemecatan. Apalagi DKI sendiri sudah memiliki pergub yang bisa menindak para RW yang malas dan tidak cukup baik memantau warganya.
“RW itu dipilih sebagai relawan untuk membantu kita mengurus wilayahnya sendiri. Kalau tidak mau bantu warga ya jangan jadi RW,” tandasnya.
“Kalau enggan jadi RT, ya berhenti aja jadi RT. Kok repot amat. Sederhana kan. Sekarang RT RW bagian dari lurah,” tandasnya.
(IDG/Red)
Copyright © 2017 Jurnalline Cyber Media